perkara telur mata sapi

3 0 0
                                    

Pagi-pagi sekali Queena menyempatkan bangun lebih dulu. Sudah selesai keraguan dia atas fakta yang terjadi. Ia merasa harus bertanggung jawab sepenuhnya atas Alfian. Pagi itu dia mulai berkutat di dapur.

Senyum yang tak pernah luntur menghiasi parasnya. Kejadian manis semalam berputar-putar di kepalanya. Ia menggigit bibirnya gemas dengan sesekali berteriak pelan kala ia membuatkan sarapan untuk suami tercintanya, Alfian.

Suara dari sosok yang sedang Queena bayangkan mengejutkannya pagi itu. "Selamat pagi, apa yang kau buat?"

Queena terdiam kala merasakan nafas Alfian di telinganya. "Bi-bisakah kau sedikit menjauh?" Ucapnya gugup. "Aku hanya memasak nasi goreng sederhana untuk sarapan kita. Apa kau tidak keberatan?" Tambahnya.

Alfian tersenyum di balik punggung Queena. Ia dapat merasakan dengan jelas kegugupan Queena pagi itu. "Apapun akan kumakan, selama kau yang memasaknya Q." Jawabnya lembut.

Queena menggigit bibirnya, kenapa Alfian bersikap sangat manis akhir-akhir ini. Tidak bisakah ia melihat detak jantungku yang tidak beraturan.

"Aku akan belajar memasak pada Aliefa. Dan aku berjanji akan memberikanmu meni masakan yang lebih bervariatif." Tuturnya.

"Sebenarnya aku tidak keberatan dimasakkan apapun. Karena tidak ada makanan yang aku favoritkan."

"Tidak bisa begitu. Aku tidak ingin memberikanmu makanan yang sama setiap waktu." Tegas Queena seraya membawa dua piring nasi goreng ke atas meja.

"Aku sedikit menyesal saat dulu hanya fokus belajar membuat cake." Cicitnya penuh sesal.

Alfian hanya menatap seraya mengunyah nasi goreng buatan istrinya yang sesungguhnya tidak buruk. Yah meski setiap orang mampu membuat nasi goreng yang sederhana itu. Senyum terukir kala menatap nasi goreng dengan telur mata sapi yang Alfian kagumi karena bentuk sempurna seperti yang sering ia lihat di layar televisi atas biasanya ia lihat di restoran-restoran.

"Apa ... Kau tidak suka nasi gorengnya?" Tanya Queena hati-hati.

Pertanyaan Queena menarik kesadaran Alfian yang sempat hilang karena telur mata sapi di piringnya. Ia menatap Queena lembut seraya tersenyum. "Tidak, hanya saja aku menyukai telur mata sapi buatanmu ini."

Alis Queena bertaut, ia buru-buru mencicipi telur mata sapinya. Dan ia semakin dibuat penasaran kala merasakan jika telur mata sapinya sama seperti telur mata sapi pada umumnya. Jadi bagian mana yang Alfian sukai dari telur mata sapi itu memangnya?.

"Apa kau baru pertama kali memakan telur mata sapi?"

Tawa Alfian pecah kala mendengar pertanyaan istrinya itu. "Tentu saja tidak. Aku yakin seluruh umat manusia pasti pernah memakan telur mata sapi."

"Lalu, apa yang membuatmu menyukainya?"

"Aku menyukai bentuk sempurna dari telur mata sapi ini. Dan jangan kau tanyakan rasanya yang kurasa sangat enak ini."

Queena menatap Alfian tak percaya. Kenapa hanya karena telur saja dia seperti ini? "Aku sering melihat papa membuat telur mata sapi untuk mama sejak aku kecil. Jadi ya, jika dibandingkan membuat nasi goreng. Aku lebih pandai membuat telur mata sapi. Seperti keahlianku membuat cake tentu saja." Ungkapnya jumawa.

Tawa Alfian mengudara. Istrinya terlihat menggemaskan pagi ini. Dering gawai merusak kehangatan di meja makan pagi itu. Alfian menatap Queena penuh tanya. "Eldrich mengirimkan pesan. Dan dia mengatakan akan berkunjung ke kondominiumku untuk memberikan suplemen energiku sebagai ucapan selamat." Tutur Queena seakan ia mengerti maksud dari tatapan Alfian padanya.

Tatapan hangat dan lembut sesaat tadi memudar dari paras Alfian. "Apa kau sangat menyukai cake buatannya?" Nada bicara yang dingin itu membuat takut Queena.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang