Bab 6

4.8K 213 0
                                    

"kau mau kemana?" Itu suara mommy Rafael yang tengah menghadang Rafael yang hendak keluar terlihat sangat rapi. Pria itu mengenakan baju rajut santai dengan sebuah mantel dingin ditangannya , dengan topi di kepalanya, ada headset yang terjepit di telinganya.

"Mau keluar sebentar mommy, ada teman dari luar negri dan minta dicarikan hotel," jelas Rafael berharap ibunya mengerti karena ia harus segera ke bandara

"No, jangan keluar disaat istrimu sedang sakit, kau bisa meminta ivar dulu untuk mencarikannya. Ini sudah pukul 10 malam Rafael dan takutnya Bilah butuh sesuatu, kamu tahu kan kakinya terkilir dan tidak bisa melakukan sesuatu sendiri," protes ibunya Rafael mendesah panjang

"Mommy Rafael hanya sebentar ok, habis antar teman Rafael ke hotel langsung balik,"

"Kalau mommy bilang tidak berarti tidak Rafael, kembali ke kamar dan temani Bilah," ketus ibunya terdengar tegas "telepon ivar,"

"Mommy Ivar lagi keluar dengan Zahra, mommy lupa," mommy Rafael memijit pelipisnya, astaga kenapa bisa ia lupa kalau Zahra izin bersama ivar untuk menemani gadis itu jalan-jalan

"Siapa teman kamu yang kau jemput di bandara?" Tanya ibunya tiba-tiba, Rafael tidak mungkin jujur karena pasti ibunya akan mengomelinya kalau sampai tahu siapa yang akan ia jemput di bandara

"Yah ada teman Rafael dari Indonesia pokoknya,"
"Kalau begitu bawa dia ke rumah tidak usah ke hotel," Rafael membulatkan matanya mendengar pernyataan ibunya
"Kenapa kau terlihat kaget begitu?" Apa yang kau jemput seorang gadis haah," selidik ibunya menatap anaknya serius. Rafael terlihat gelagapan
"Bukan mah apaan sih," Rafael tak tahu harus menjawab apa
"Ya udah, bawa kesini saja,"
"Baiklah," putus Rafael tidak ingin berdebat. Ia akan mencari alasan sebentar jika yang ia jemput di bandara tak ingin merepotkan dan lebih ingin tinggal di hotel
"Ya udah jangan lama+lama," ibu Rafael memperingati sebelum naik tangga ia menoleh kembali
"Rafael," panggilnya Rafael menoleh yang sudah berjalan dua langkah
"Iya mah, apalagi,"
"Sebelum pulang mama nitip croissant yang di bandara yah,sebagai imbalannya saya jaga istrimu," ibunya mengedipkan matanya membuat Rafael hanya mengangguk tersenyum. Setidaknya Bilah tidak sendiri dulu.
******

Bilah belum bisa memejamkan matanya sedari tadi, padahal ibu mertuanya baru saja keluar dari kamarnya karena Bilah yang minta soalnya sudah pukul 23.30 malam dan Rafael belum juga balik membuatnya masih terjaga. Ia tahu kalau yang Rafael jemput di bandara adalah lyodra. Gadis itu seharian ini terus menghubungi Rafael jika sudah hampir sampai di Belanda membuat Bilah jengkel sekaligus sakit hati. Mungkin sebelum menikah ia masih bisa mentoleransi hubungan mereka tetapi ini ia sudah menikah dengan Rafael dan ia punya hak atas suaminya sendiri.
Bilah mengambil ponselnya dan akan menghubungi Rafael, ia tidak peduli apa yang sekarang mereka lakukan.
Di deringan pertama belum diangkat hingga deringan keempat ponsel itu diangkat namun yang jawab bukan Rafael tetapi suara gadis yang Bilah tahu siapa pemilik suara itu
"Hallo," Bilah jengkel, rasa cemburu menyelimuti hatinya mengingat Rafael masih bersama gadis itu. Buru-buru Bilah menutup panggilannya tidak sanggup berbicara dengan gadis itu. Air matanya turun mengalir begitu saja. Hatinya sakit suaminya lebih memilih keluar daripada menemaninya sekarang yang sedang sakit. Bahkan sudah tengah malam begini. Apa Rafael bersama gadis itu di hotel?" Pikirnya mulai gusar. Bilah mengigit kuku jarinya membayangkan hal yang tak ingin ia bayangkan. Disini negara bebas dan Rafael masih jauh dari agama. Sesuatu bisa saja terjadi antara mereka.
Astagfirullah ya Allah lindungi suami hamba dari kemaksiatan ucapnya dalam hati mengusap wajahnya yang dipenuhi air mata. Ia lalu membaringkan tubuhnya di ranjang menarik selimutnya dan menangis dibalik selimut, menangis hingga gadis itu kelelahan dan tertidur dalam tangisnya.

****

Rafael melipat sajadahnya setelah melaksanakan sholat subuh bersama Bilah, Bilah terpaksa sholat dalam keadaan duduk dibelakang Rafael karena ia belum bisa berdiri dengan sempurna .
Rafael mengulurkan tangannya kearah Bilah, dan Bilah hanya mencium punggung tangan itu dalam diam tanpa banyak bicara. Entah pukul berapa Rafael pulang semalam ia tidak peduli. Ia tidak mau berharap banyak pada pria di depannya semakin berharap hatinya semakin hancur.
"Maaf yah semalam pulang telat," ucap Rafael tetapi Bilah hanya menjawabnya dengan singkat sembari mencoba untuk berdiri sendiri. Rafael ingin membantu tetapi Bilah menepis tangan Rafael
"Aku bisa sendiri," ucap Bilah dingin, berpegangan ke sisi ranjang namun masih sulit untuk berdiri. Rafael menghela nafas berat tidak peduli Bilah marah saat ini, pria itu langsung mengangkat Bilah yang kini sudah ada dalam gendongannya.
"Aku bilang nggak usah," teriak Bilah memukul dada bidang Rafael
"Aku tahu kau marah, aku minta maaf," sesal Rafael menurunkan Bilah ke ranjang
"Kenapa nggak sekalian nginap diluar ajah," ketus Bilah menatap Rafael kesal. Rafael naik keranjang dan menatap istrinya itu dalam

My Husband Is My Idol Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang