Bab 68

2K 142 44
                                    

Rasanya sudah banyak yang sudah tidak membaca cerita ini hehhehe

Votenya semakin berkurang sama komentarnya.

Follow yah supaya nanti dapat update cerita baru aku setelah cerita ini tamat.

Happy reading



Khawatir itu yang mendominasi perasaan Rafael saat ini membelai kota Amsterdam malam ini. Jam sudah menunjukkan pukul 12.00 malam dan ia belum mendapat kabar dari Bilah. Kemana gadis itu?" Pikirnya  sudah mulai pusing saat ini. Deringan ponselnya membuatnya menekan tombol di mobilnya yang tersambung ke ponselnya

Ternyata mommy nya yang menelpon. Ia berharap Bilah sudah kembali

"Pulanglah! Bilah sudah kembali" Rafael memghentikan mobilnya dengan perasaan yang luar biasa legah

"Ia mommy," serunya mematikan ponselnya dan menyandarkan tubuhnya sejenak merasa sangat bersyukur Bilah kembali.

Ia kembali mengemudikan mobilnya yang ternyata sudah jauh dari rumah. Dan setengah jam kemudian ia telah sampai di rumahnya. Masuk dengan wajah dingin menahan marah.

Marah karena rasa khawatirnya selama mencari gadis itu. Dan baru pulang jam segini padahal gadis itu lagi flu berat.

Ia menaiki tangga sedikit tergesa-gesa mengabaikan panggilan mommynya yang berada di ruang keluarga. Ayahnya hanya mendesah berat melihat tingkah Rafael.

"Aku harap ia tidak marah dengan Bilah sebelum mendengar penjelasan gadis itu," desah mommynya

"Mereka bisa mengatasi rumah tangganya sendiri, Rafael hanya khawatir sehingga terlihat marah begitu," seru ayah Rafael mengelus pundak  istrinya.

Di sisi lain Bilah baru saja mengganti pakaiannya dengan piyama yang nyaman menatap tidak berselera pada makanan yang tersaji di hadapannya. Padahal di stasiun ia kelaparan tetapi karena menahan takut dan jantung yang berdebar menunggu kepulangan Rafael. Pria itu pasti akan memarahinya. Ia bahkan mengabaikan tubuhnya yang terasa menghangat dan kepala yang berdenyut-denyut

Dan matanya terbuka lebar dengan jantung semakin berdetak kencang menelan ludah dengan susah payah ketika knop pintu itu berputar turun perlahan terbuka dan Rafael di sana menatapnya dengan tatapan dingin yang menyeramkan. Tatapan yang baru kali ini ia rasa sangat mengintimidasinya. Berjalan perlahan menuju sofa dimana Bilah saat ini duduk dengan makanan yang belum disentuh sama sekali. Tenggorokan Bilah terasa kering. 

"Kenapa makanannya nggak di makan?" Tanya Rafael menatap Bilah dan makanan itu bergantian

Bilah memainkan tangannya sedikit takut Rafael terlihat sangat marah

"Leher aku pahit nggak kuat menelannya," pria itu menatap Bilah tajam. Sungguh Rafael sangat khawatir menatap wajah Bilah yang pucat namun rasa khawatir itu berganti rasa marah karena menahan ketakutan terjadi sesuatu pada gadis di hadapannya

"Nggak kuat menelan. Tetapi kuat jalan seharian dan baru pulang jam segini,"  Bilah menunduk merasa bersalah tidak berani menatap Rafael saat ini. Pria itu benar-benar marah.

"Habiskan makanannya?" Perintah Rafael terdengar tidak ingin dibantah

Bilah dengan gerakan pelan mengambil pisau dan garpu yang ada di piring kosong tanpa menatap Rafael. Pria itu sangat marah dan ia takut menjelaskan situasi yang ia alami hari ini.

Tangannya bergetar begitu susah untuk memotong steak yang ada di depannya ditambah kepalanya yang semakin berdenyut pusing namun ia tahan.

Rafael mendesah tajam menjatuhkan tubuhnya tepat di samping  Bilah masih dalam diam nya pria itu mengambil alih piring ditangan Bilah kemudian mulai memotong motong steak itu dan kembali menaruh di pangkuan gadis itu

My Husband Is My Idol Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang