46. Tanpa Pembelaan Siapapun

1.1K 109 29
                                    

Sesampainya di kediaman mereka, Ishana langsung keluar dari mobil dan berlari kecil masuk ke dalam rumah.

Juna terdiam di kursi kemudinya tanpa berniat untuk melihat Ishana yang pergi begitu saja.

Kepala Juna mulai menunduk memperhatikan kedua telapak tangannya.

'Apa yang terjadi?' Gumam Juna lirih dalam batinnya.

Setahun ke belakang ini, Juna merasakan apa yang dia inginkan semuanya berada dalam genggamannya. Sampai terasa tangannya begitu penuh.

Tapi malam ini, Juna merasakan tangannya begitu sangat kosong dan hampa. Seolah semua yang dia dapatkan lenyap begitu saja.

Juna menghela nafasnya begitu dalam, kemudian dia keluar dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah.

Dalam langkahnya menuju ruang kerja, Juna terus merenung.

Di sepanjang perjalanan pulang, yang hanya Juna dengar adalah isak tangis Ishana tanpa henti yang begitu memilukan. Dan saat itulah Juna merasakan sesuatu yang dia genggam perlahan hilang berceceran, mengikis hingga habis tak tersisa sampai tangannya merasa sangat kosong.

Di satu sisi, Juna sangat amat merasakan sakit di ulu hatinya mendengar Ishana yang terus menangis. Jauh di lubuk hatinya, dia ingin meraih Ishana dan memeluknya begitu erat untuk mengatakan tidak apa-apa selama dia masih di sisinya.

Tapi rasa marah dan cemas bercampur di benaknya, membuat Juna terus di bayangi kejadian yang menimpa pada Ibunya dulu.

Di sisi lain, Juna tidak menyukai sifat lemah pada Ishana. Dia begitu jengkel melihat Ishana yang hanya diam dan menangis saat keluarganya memperlakukan Ishana begitu semena-mena. Apalagi saat Juna melihat Ishana yang hanya diam saat di tampar oleh orang tua Zella.

Ingin sekali Juna memarahi Ishana agar bergerak dan jangan cuma diam saat itu juga.

Juna tidak pernah membayangkan jika Ishana akan sama saja seperti Ibunya.

Sekarang Juna tepat berada di depan meja kerjanya. Dia membuka laci dan meraih dokumen berisi perencanaan pembangunan hotel di lahan rumah kaca.

'Aku harus mendapatkan semuanya. Ini untuk sakit hati Ibuku... dan istriku' batin Juna menggertak.

Juna semakin bertekad untuk membungkam keluarga besarnya dengan menjadi pengganti posisi kakeknya di perusahaan.

Juna tidak ingin mengulang kejadian Ibunya beralih pada hidup Ishana. Akan dia pastikan tidak akan ada lagi yang bisa merendahkan orang-orang yang Juna cintai di hidupnya, baik sekarang atau kedepannya.

_____

Suara kicauan burung di pagi hari yang begitu merdu membuat perasaan siapapun akan tenang mendengarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara kicauan burung di pagi hari yang begitu merdu membuat perasaan siapapun akan tenang mendengarnya.

Begitupun dengan Ishana yang sedang duduk berselonjor di sofa panjang balkon kamar dengan memangku iPadnya. Rasa malasnya sungguh besar untuk bekerja. Berakhir dengan Ishana hanya menatap taman yang di penuhi warna hijau begitu memanjakan mata.

Bittersweet RibbonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang