58. Mau Menikah Denganku?

1.3K 113 20
                                    

Juna bergerak membersihkan sendiri piring bekas makannya di wastafel.
"Adegan ini hanya bisa di lakukan olehku 2 tahun sekali" gumamnya pelan, sembari mengingat jika terakhir kali dia mencuci piring adalah 2 tahun yang lalu.

Setelah selesai membersihkan piring dan gelasnya dengan susah payah, dia menyimpannya di rak dekat wastafel.

Juna meraih kain lap untuk megeringkan tangannya, selanjutnya dia berjalan menghampiri Ishana yang sedang membaca buku di sofa.

"Lagi baca apa?" Senyum di wajah Juna begitu cerah dan lebar.

"Buku" jawab Ishana singkat tanpa mengalihkan fokusnya. Dia duduk bersandar dengan nyaman.

Juna terkekeh.
"Aku tau itu buku" Ucapnya yang kemudian berlutut di hadapan Ishana, kedua tangannya langsung terangkat menyentuh perut Ishana.

Merasa terusik, Ishana menutup buku dan menaruhnya di samping. Dia melihat Juna yang menatap perut bulatnya dengan bibir dan mata yang tersenyum.

"Aku baru kali ini melihat wanita hamil secantik dirimu" Juna mendongak menatap manik mata Ishana seraya mengelus perut Ishana dengan kedua tangannya.
"Kamu benar-benar semakin cantik"

Ucapan itu sontak membuat wajah Ishana memerah.

Juna mencium perut Ishana cukup lama dengan mata terpejam, sembari mengusap perut bagian sampingnya dengan lembut.

Ishana menaikkan kedua sudut bibirnya saat merasakan perlakuan Juna yang membuatnya merasa hangat.

"Kalau kalian merindukan Ayah, coba bergerak sedikit" Juna berdialog dengan perut Ishana. Matanya memicing seraya memperhatikan perut Ishana dengan serius.

Bibir Ishana terkatup menahan senyumnya.

"Apa mereka sudah bergerak? Seharusnya sudah kan?" Juna menatap Ishana.

"Sudah. Mereka hanya tidak merindukanmu" ucap Ishana.

"Tidak mungkin" Juna kembali fokus pada perut Ishana.
"Bilang saja kalau merindukan Ayah, jangan gengsi. Kalau jujur nanti Ayah belikan baju" ucapnya kembali mencium perut Ishana dan mengusapnya pelan.

Ishana benar-benar menahan tawanya saat melihat Juna yang berusaha membuat janinnya bergerak.

"Mereka sudah bergerak" ucap Ishana yang membuat Juna kembali menatap Ishana.

"Benarkah?"

Ishana mengangguk.
"Pergerakannya masih kecil"

"Apa aku harus membuka dress-mu, biar bisa lihat pergerakan janinnya dengan jelas?" Juna mengangkat kedua alis matanya.

Ishana tak menjawab, hanya menajamkan tatapannya pada Juna.

Juna kembali terkekeh.
"Aku bercanda" dia kini memeluk perut Ishana dan tak henti mengusapnya.
"Kalian masih malu ya?"

Senyum Ishana kembali terpasang di wajahnya, dia mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah Juna. Namun seketika senyumnya memudar saat merasakan wajah Juna begitu panas. Dia juga baru menyadari jika telinga Juna sangat merah.
"Mas demam?" Dia bertanya dengan menautkan alis matanya.

"Hmm?" Juna mendongak menatap Ishana.

Ishana menangkup wajah Juna dan menyentuh dahi hingga leher Juna.
"Mas panas loh. Gak ngerasa sakit emang?"

Juna meraba-raba lehernya sendiri dan mencoba merasakan keadaannya sekarang.
"Sekarang aku jadi merasa nafasku panas, kepalaku juga sedikit berat setelah kamu bertanya seperti itu"

"Biar aku ambilkan obat" ucap Ishana yang hendak berdiri.

Tapi Juna lebih dulu menahan Ishana.
"Aku bisa ambil sendiri" setelahnya Juna berdiri dan melangkah menuju laci di meja yang terdapat beberapa foto keluarga Ishana.

Bittersweet RibbonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang