[4] Kisah Cinta Alystia

8 0 0
                                    

"Aku sadar, Ra cinta tidak pernah bisa dipaksakan. Lebih baik aku patah hati hari ini daripada harus menerima fakta menyakitkan seumur hidup bersama laki-laki yang mencintai perempuan lain.

Aku memang mencintai Akai, tapi dia jelas telah menghabiskan seluruh cintanya untuk Alystia. Aku bisa apa jika bahkan napasnya pun tidak diperuntukkan untuk aku, Ra? Mungkin kau benar, cinta tidak selamanya harus berakhir pada kepemilikan. Terkadang ia harus berujung pada keikhlasan."

"Ray, sejujurnya kamu tidak sempurna salah. Rasa itu juga tidak sepenuhnya keliru. Aku yang waktu itu terlalu buas merampungkan konklusi. Cintamu tidak pernah salah, Ray. Seperti katamu dulu, kau juga ikut alur Tuhan. Kau juga patuh pada apa yang telah digariskan, tapi mungkin kamu kurang beruntung tahun ini."

"Tidak! Naraya beruntung tahun ini."

Suara itu mengagetkan Naraya dan Raina yang duduk di teras rumah, menikmati langit yang menguning tatkala mentari berotasi pada porosnya. Perlahan temaram, siap menjemput malam.

Naraya dan Raina menatap Alystia tidak mengerti, sekaligus kaget. Sejak kapan gadis itu muncul?

"Akai mencintaimu, Ray."

"Apa maksudmu, Alystia?"

"Netra Akai yang kamu sangka untuk memujaku ternyata adalah sebuah penyesalan, Ray. Dia murung bukan karena aku akan pergi meninggalkan kota ini. Dia marah pada dirinya sendiri bukan karena gagal menjadikan aku separuh napasnya."

Suara Alystia bergetar, dadanya bergemuruh, berhasil memecah bulir air mata di pelupuk netra.

"Tapi dia menyesal kenapa baru menyadari kalau dia mencintai kamu, Ray. Kenapa dia baru mengerti apa yang sesungguhnya hatinya inginkan. Dia kecewa pada akalnya yang bekerja lambat empat tahun terakhir jika itu menyangkut perihal pemahaman."

Kali ini Alystia menunduk dalam. Naraya masih terpaku, terpana mendengarkan kalimat yang belum utuh untuk dimengerti akal sehat.

"Dia terlambat menyadari kalau ternyata kamulah sosok pertama yang menghadirkan cinta di hati kecilnya. Aku yang seharusnya malu pada diriku sendiri, Ray. Cinta Akai selama ini hanya pelarian atas apa-apa yang tidak dia pahami dengan baik. Kaulah pemilik garis takdir ini, Ray. Kaulah pemegang kisah ini. Ini bukan kisah cinta Alystia, tapi kisah cinta Naraya."

"Menikahlah dengan Akai, Ray. Mimpimu yang belum terwujud tahun ini bisa kamu wujudkan bersama Akai. Bersama laki-laki yang sejak dulu memang menyukaimu. Keluarga Akai mungkin memang mengimpikan aku, tapi kamulah pemenangnya. Selamat berbahagia, Naraya."

"Alystia, apa maksudmu?"

"Kamu tidak bodoh untuk memahami kalimat sederhana barusan, Ray. Kamu hanya tidak percaya pada kenyataan di depan mata. Bahwa Akai memang milikmu. Kamu tidak mencintai milik perempuan lain, kamu juga tidak merebut Akai dari siapapun. Kamulah pemilik hati separuh Akai."

"Alystia."

Naraya dan Alystia menoleh bersamaan tatkala mendengar suara yang tidak asing.

"Akai?"

"Maafkan aku, Alystia."

Patah Hati Paling DisengajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang