"Dhi, gue kangen Rivan yang dulu. Rivan yang selalu ngelindungin gue dalam keadaan apapun. Rivan yang ngelus kepala gue kalau gue lagi sedih dan marah. Rivan yang selalu maksa buat cerita kalau gue lagi suntuk. Gue kangen banget Rivan yang dulu."
Natya mengembuskan napas perlahan. Adhinata yang duduk di sebelahnya diam sejenak. Membiarkan Natya bergelut dengan isi kepalanya.
"Lo ngga kangen apa sama Rivan yang dulu, Dhi?" tanya Natya sembari menoleh, menatap lekat-lekat wajah Adhinata yang sama resah dengan miliknya.
"Hmm, ya kali gue kangen sama Rivan, Nat. Gue ketemu tiap hari sama dia." Adhinata tertawa, mencoba menghibur meski yang terlihat hanya hampa. Natya tahu Adhinata hanya tidak ingin membuat suasana menjadi melankolis.
"Bukan gitu maksud gue, Dhi. Jangan pura-pura bego, deh lo. Lo pasti tau maksud gue. Rivan yang sekarang bukan Rivan yang dulu kita kenal. Udah kayak orang asing."
"Lo mau nyalahin pacarnya?" tukas Adhinata tiba-tiba yang langsung dibalas gelengan kuat oleh Natya.
"Ngga sama sekali, Dhi! Gue ngga nyalahin siapapun dalam masalah ini, Dhi." Natya terdengar ragu.
Adhinata mengusap rambut hitam legamnya. "Tapi kenyataannya emang gitu, Nat. Rivan berubah sejak dia punya pacar. Lo ngga bisa nyangkal fakta itu."
Natya menatap Adhinata. Netra mereka bertemu dan seolah mengiyakan apa yang terjadi. Menyangkalnya juga tidak akan mengubah fakta telak itu. Mereka hanya tidak ingin menyudutkan siapapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patah Hati Paling Disengaja
PuisiAi, kamu mungkin bukan manusia sempurna. Aku tahu semua mata memandangmu sebagai sampah. Aku tahu sebenci apa kamu pada semua yang menganggapmu rendah. Tapi bagiku, kamu adalah sepotong senja yang Tuhan kirim lewat tirai jendela. Iris pekatmu menja...