Aku suka kamu yang selalu tersenyum penuh antusias saat mendengarkanku bercerita. Aku suka caramu berpikir tentang hal-hal sederhana untuk menanggapi masalah yang menurutku rumit. Aku tahu kamu bukan manusia sempurna yang didamba setiap perempuan, tapi denganmu, aku selalu merasa baik-baik saja meski dunia terasa melelahkan.
Bicara padamu tidak perlu ada kebohongan, karena ragamu seperti tembok kokoh yang mampu menjaganya dari ancaman dunia. Duduk di sampingmu tidak pernah menghadirkan khawatir, meski semesta siap dengan seluruh bala nuklir. Kamu mungkin adalah rumah bagi setiap kisah mereka yang merasa nyaman berada di semestamu. Tapi bagiku, kamu adalah ruang tak terhingga tempat segala kisah mampu kutumpahkan tanpa takut ada yang memakinya.
Asumsi bahwa kamu terbagi ke segala penjuru sudah terdengar sejak pertama kali samar langkahmu berpijak di teras hatiku. Kabar bahwa ruang istimewa itu sudah terisi jauh sebelum aku menaruh rasa, kupahami sebaik-baiknya. Tapi aku tetap membiarkan cinta itu bertunas dan mekar indah, bodoh amat jika semesta menolaknya. Bukankah cinta tak harus berisik?
Aku tidak pernah keberatan dengan apapun yang melekat pada dirimu. Aku mau mencintaimu apa adanya. Aku tidak peduli pada semua omong kosong yang menyebutmu jahat. Karena bagiku, kamu adalah hujan di tengah gurun gersang. Cahaya di dalam gelap pekat sang sunyi. Kamu adalah palka ternyaman tempat aku bercerita tentang semesta dan permasalahannya. Pundakmu adalah rumah terkokoh tempat berlindung dari segala marabahaya.
—Bengkulu, 7 November 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Patah Hati Paling Disengaja
PoesíaAi, kamu mungkin bukan manusia sempurna. Aku tahu semua mata memandangmu sebagai sampah. Aku tahu sebenci apa kamu pada semua yang menganggapmu rendah. Tapi bagiku, kamu adalah sepotong senja yang Tuhan kirim lewat tirai jendela. Iris pekatmu menja...