Bagian paling brengseknya adalah; aku mencintaimu. Dari sekian banyak manusia yang aku temui, kenapa aku harus jatuh cinta pada laki-laki brengsek sepertimu?
***
"Bertemu denganmu adalah bagian paling brengsek dalam hidupku, Kash. Makanya sekarang kamu harus mendengarkan betapa brengseknya pertemuan kita. Aku mencintaimu, Akash. Iya! Jangan menyangkalnya! Karena semakin kamu denial, perasaan ini makin sporadis menggerogoti warasku. Aku—"
"Na—Natya." Kalimat Akash bergetar. Susah payah dia menelan saliva, yang sialnya ketika melewati tenggorokan justru terasa pahit.
"Diam! Jangan menyela, aku belum selesai bicara, Kash. Kau tidak boleh bicara sebelum kalimat ini tuntas!" Natya memotong cepat, suaranya naik satu oktaf. Lupakan gerimis yang mulai menyentuh atap rooftop tempat mereka berdiri. Lupakan juga wajah kebas Akash yang sekarang menatapnya tidak percaya.
"Aku mencintaimu, bahkan sebelum mengenal kata persahabatan di antara kita. Aku kira perasaan takut kehilanganmu adalah fana, ternyata ia kekal adanya. Kukira nyaman di dekatmu bisa hilang tatkala melibatkan waktu, ternyata perasaanku tetap satu. Denganmu aku banyak first moment-nya. Kau telah menjungkirbalikkan semestaku yang semula abu-abu menjadi warna-warni yang penuh haru. Lalu aku bertanya-tanya, setelah ribuan kilometer kita menempuh jalanan kota dengan cerita hangat di setiap indahnya, bertukar riang dan berharap tak hilang, tetap tidak menjawab;
Di duniamu yang megah, sebagai apakah diriku?"
Natya mengembuskan napas pelan. Perlahan dia mengusap wajah, memutar tubuh. Menyeka air mata yang menyatu dengan tetes-tetes gerimis yang semakin membesar. Apapun yang terjadi, dia sudah bicara soal perasaannya.
Akash masih mematung di posisi semula. Seolah gemuruh dalam dadanya membawa serta hujan dan derasnya. Diiringi sambaran petir di baris langit, riuh hujan menderas di rooftop yang terbuka.
Dalam dekapan hujan yang dingin, Natya terlihat mendongak. Membiarkan deras hujan menerjang wajahnya. Semua sudah terjadi dan dia tidak bisa mengelak jika akhirnya Akash bilang tentang perasaan yang tidak sama. Setidaknya malam ini hujan, kalaupun raganya remuk redam nanti, dia punya hujan yang piawai merahasiakan sakit di setiap sendinya.
"Natya," lirih Akash. Suaranya ditelan hujan. Pemuda dengan rambut berantakan itu maju satu langkah. Ah, kakinya seperti diganduli batu sebesar gajah. Kenapa berat sekali? Lupakan, hatinya yang tak tersiram hujan justru dingin bukan kepalang.
Jarak semakin terpangkas. Akash mendengar sayup-sayup isak tangis dari sudut netra Natya yang memerah.
"Maaf aku mencintaimu, Kash. Perasaan ini tidak seharusnya ada, tapi aku bisa apa jika ia hadir tanpa bisa aku cegah?" Natya berusaha mengalahkan suara hujan. Suaranya serak.
Akash menggeleng kuat-kuat. Tidak. Bahkan dia malu pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia membohongi hatinya sendiri selama empat tahun terakhir? Bagaimana mungkin perasaan yang jelas bagai bintang di langit itu disangkalnya mati-matian? Dan Natya telah mengubah seluruh alur cerita.
Natya memutar tubuh. Menyadari Akash telah berdiri hanya beberapa senti di depannya, dia mundur satu langkah. Tubuh mereka kuyup diguyur hujan deras. Deru angin bergesekan dengan dedaunan. Natya mengusap wajah.
"Aku juga mencintaimu, Natya."
Kalimat paling jujur yang pernah didengar semesta ternyata harus berkelahi dengan deras hujan di kala malam yang temaram. Oktober dan hujannya telah membawa dua insan paling kalut itu pada satu fakta, bahwa cinta telah tumbuh di hati dua insan yang kerap kali melakukan penyangkalan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Patah Hati Paling Disengaja
PoetryAi, kamu mungkin bukan manusia sempurna. Aku tahu semua mata memandangmu sebagai sampah. Aku tahu sebenci apa kamu pada semua yang menganggapmu rendah. Tapi bagiku, kamu adalah sepotong senja yang Tuhan kirim lewat tirai jendela. Iris pekatmu menja...