"Tar, bilang padaku bahwa kau baik-baik saja. Maksudku ini hanya mimpi, kan? Bukankah kemarin kita baru saja menceritakan tentang upacara di IKN, rencana perjalanan ke seberang pulau kita. Tadi malam suaramu masih bergema di voice note, kan?
Ayolah, aku tidak punya waktu untuk bermain-main, Tar. Bukalah matamu dan bilang ke mereka kalau kau tidak ingin dimasukkan ke liang gelap itu.
Bilang ke mereka kalau kau akan mengajakku menerbangkan layang-layang di pelataran sawah menghijau, kau akan membawaku ke bukit itu untuk yang pertama kalinya, kau akan mengirimkan buku-buku Eka Kurniawan ke rumahku, dan kau akan hidup lebih lama, kan, Tar? Ayo bilang ke mereka! Jangan diam saja!"
"Ta, tenanglah. Gitar akan tenang di sana. Gitar sudah tia—"
"Tutup mulutmu! Gitar tidak akan mati! Dia akan hidup!"
"Tar, kumohon bicaralah. Atau setidaknya, bukalah matamu sedikit saja. Lihat mereka! Mereka menangisimu dan siap mengantarkanmu ke pemakaman kota yang dipenuhi guguran kamboja. Apa kau tidak ingat janji untuk memotret senja di tepi pantai dengan pasir putih itu? Apa kau lupa dengan janji sekotak cat akrilik baru di hari ulang tahunku?
Ayolah, Tar bicara! Mereka akan melupakanmu segera jika matamu tak juga terbuka. Kau akan menjadi kenangan jika kau tak bersuara."
*Ya, kehilangan memang tidak pernah mudah. Lagipula, siapa yang akan bersiap untuk sebuah kehilangan? Tidak ada, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Patah Hati Paling Disengaja
PoetryAi, kamu mungkin bukan manusia sempurna. Aku tahu semua mata memandangmu sebagai sampah. Aku tahu sebenci apa kamu pada semua yang menganggapmu rendah. Tapi bagiku, kamu adalah sepotong senja yang Tuhan kirim lewat tirai jendela. Iris pekatmu menja...