Chapter 34 - I Won't Allow It

93.1K 6.8K 5.6K
                                    

DOUBLE UPDATE!

BACA CHAPTER 33 DULU!

JANGAN SALAH URUT!

TOTAL KATA: 2.900 KATA

MARK'S POV:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MARK'S POV:

Aku mengisap mengisap rokok batang ketigaku, lalu menghela napas kasar. Mataku menatap  ke bawah, ke kejantananku yang masih terbangun di balik celanaku. Dia belum tenang juga. Kejantananku begitu aktif bersama Lara. 

Aku sangat ingin menyetubuhinya. Tapi setiap mengingat laporan yang aku baca tadi siang, membuatku hanya ingin memeluknya dan mengurungkan niatku untuk menyetubuhinya.

Membuatku berpikir, kapan Lara akan menceritakan kejadian itu padaku dari mulutnya? Atau tidak akan pernah? Bahkan dia tidak menceritakan kejadian ini kepada keluarganya. 

Yang artinya, ini adalah rahasianya. 

Aku ingin menanyakannya tentang ini, tapi aku takut akan membuatnya ke-trigger dan menangis. Aku mengisap rokokku lagi. 

Membayangkan luka yang dia terima dan pendam sendirian selama ini, membuat hatiku diremas. Aku jadi semakin mengerti kenapa dia membenci sebagian besar pria. Dia tidak mudah percaya dengan orang apalagi dengan pria.

Dia trauma. Sangat trauma.

Fuck. Aku ingin menyembuhkan traumanya. Entah bagaimana caranya. Entah butuh berapa lama. Aku akan menyembuhkannya. Sumpahku.

Dan aku juga harus membuat Lara membuka hatinya untukku. Untuk sekarang, aku akan pura-pura tidak tahu dulu mengenai kegugurannya di umur 17 tahun itu. 

Aku mematikkan rokok ke asbak, lalu melirik kejantananku yang sudah mulai tenang. Oke, sudah aman. Aku bisa masuk ke kamar sekarang.

Tanganku membuka pintu balkon, lalu aku masuk ke dalam kamar. Di situ, aku melihat, Lara sudah tertidur. Napasnya begitu halus, aku tidak bisa mendengarnya sedikit pun. 

Setelah menutup pintu balkon, aku berjalan menuju kasur. Lara tertidur dengan posisi miring. Rambut pirang halusnya terlihat begitu indah tergerai di kasur dan bantal.

Untungnya malam ini dia tidak menangis, mengingat dia sering menangis sebelum datang bulan. Mungkin karena sekarang dia kelelahan.

Aku naik ke kasur, berbaring miring di sebelahnya. Posisi kami sudah berhadap-hadapan di kasur. 

Dia terlihat begitu polos dan cantik. Biasanya aku mengawasinya tertidur seperti ini dari layar TV atau layar komputerku. Tapi, kali ini, menontonnya secara langsung ternyata tidak bisa dibandingkan dengan hanya menonton dari layar.

Tanganku memeluk tubuhnya perlahan, untungnya dia tidak terbangun. 

Bisa mendengar napas lembutnya, mencium wanginya yang menagihkan dan merasakan kehangatan tubuhnya ternyata jauh lebih menenangkan dan adiktif. 

Becoming Mafia's PetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang