Menceritakan seorang laki-laki bernama Revaldo Xavier pria mandiri, pintar dan tampan yang bersikap dingin. Dia tinggal sendirian sebatang kara karena terpisah dari orang tuanya sejak usia dini karena suatu tragedi.
FIKSI FIKSI
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sore dengan wajah cerahnya sedang melanda baik kota Metropolitan Jakarta serta daerah di dekatnya hari ini. Kenyamanan di sore hari ini membuat banyak orang sedang memancarkan kebahagiannya dan membuat mood mereka sedang sangat senang.
Disebuah coffee shop ternama di daerahnya sedang lungguh laki-laki muda dengan Mata— indera penglihatannya yang terbungkus sebuah kacamata bening anti radiasi sambil memandang seksama pada sebuah MacBook di depannya sembari ditemani sebuah gelas minimalis berisi sebuah minuman yang berbahan dasar coklat.
Matanya tak bisa diam sama sekali sedari tadi, bola matanya beberapa kali bergerak ke arah kanan dan kiri karena harus menatap MacBook dan juga iPad yang juga berada di mejanya itu.
"Huft— let's go kurang sedikit lagi nih."
Ucapnya sambil melepas kacamatanya lalu menaruhnya pelan di meja itu.
Setelah itu dirinya memberikan semua atensinya ke arah layar Handphone—nya yang sudah terpampang sebuah notifikasi pesan dari sebuah gmail yang lalu dirinya buka setelah itu.
"Hah? Mendadak banget sih."
Laki-laki muda itu melamun sekejap dan menarik nafasnya dalam-dalam lalu mengeluarkannya dengan sangat kasar rasanya sangat sedih juga senang melihat isi gmail itu.
Dirasa dirinya ingin melakukan kegiatan buang air kecil. Orang itu lalu beranjak dengan tangannya membawa alat telekomunikasi ringannya— handphone sedangkan MacBook, iPad serta tasnya dia titipkan kepada seseorang dimeja sebelahnya tanpa rasa keraguan yang melanda hatinya.
Beberapa detik kemudian, dirinya masuk ke ruangan indoor dari coffee shop itu lalu melenggang lurus ke arah depan dimana sudah terpampang dan terlihat papan nama bertuliskanToilet laki-laki.
Dirinya lalu berjalan ke arah tempat itu tanpa memperdulikan banyak orang di dalam ruangan itu, toh dirinya juga tidak melakukan hal-hal aneh jadi dirinya hanya acuh saja dengan keadaan tenang disana.
"Marsha dan Zean akan bertunangan bulan depan."
Seketika langkah kaki laki-laki muda tadi terhenti tanpa aba-aba dengan bola mata yang melebar bertanda kaget. Raut wajahnya yang sedari tadi santai saja berubah menjadi datar dengan indera penglihatannya yang memancarkan pancaran sendu.