Part 77 : ILY Kak

602 164 7
                                    

Pagi ini langit tampak berawan, sedikit memberikan keteduhan untuk banyak orang yang sedang hadir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini langit tampak berawan, sedikit memberikan keteduhan untuk banyak orang yang sedang hadir.

Tanah luas, kosong dan berlubang itu seperti sebuah penyiksaan bagi seorang wanita paruh baya—Ariana. Menyaksikan bagaimana jasad anak tunggalnya—Chika mulai dimasukan ke dalam liang lahat, membuat dirinya sungguh tidak berdaya melihatnya.

Keluarga besar Aldo yang berada di Jakarta turut hadir, mereka semua mencoba untuk membantu semua keperluan yang dibutuhkan—konsumsi, transportasi, biaya rumah sakit dan lainnya. Mahendra juga menawarkan sebuah tanah pemakaman khusus milik keluarganya kepada Ariana untuk diberikan kepada Chika, namun wanita itu menolak dan memilih memakamkan Chika di pemakaman umum tepatnya di samping makam mendiang suaminya.

Air mata wanita paruh baya itu bahkan tidak pernah berhenti semenjak kemarin sore, menangisi kepergian orang terakhir di keluarga kecilnya itu. Rasanya ingin sekali untuk mengikuti jejak suaminya dan Chika.

Ariana berlutut di atas tanah, pakaian yang dikenakannya sudah terlihat kotor dengan noda tanah. 

Aldo ikut berlutut memeluk ibu mendiang Chika itu, di dalam dekapannya terdengar isakan tangis yang terasa sangat sakit.

"Chika, Do."

"Tante, ma-mafin Aldo tan." Aldo tampak berbata-bata.

"Bukan salah kamu, Nak." Ariana mengeratkan pelukannya pada Aldo. "Ini salah Tante, Tante kurang menjaga Chika."

Aldo menggeleng, "Nggak Tante, Tante sudah sangat baik sebagai sosok Ibu untuk Kak Chika."

Orang - orang menatap Ariana dengan sangat sedih serta prihatin, mereka tahu pasti sangat berat di tinggalkan seorang Anak tunggal setelah juga kehilangan suaminya bertahun-tahun yang lalu. Pasti hal yang sangat berat dan sangat menyakitkan.

"Biar sama Bunda aja, Bang." 

Shani menatap Aldo tersenyum, pemuda itu mengerti bundanya—Shani ingin mengambil alih dekapan Ariana dari dirinya.

Aldo mengangguk, beranjak ke belakang banyak tubuh manusia yang mengiringi kepergian Chika menuju ke persemayaman terakhirnya.

Pemuda itu membuka kacamata hitamnya, mengusap air mata yang menetes secara tidak sengaja. 

Sedari tadi Aldo sebenarnya sudah tidak kuat melihat dari dekat seseorang wanita yang dulu selalu menatapnya dengan wajah cantik kini telah pucat dan matanya yang selalu menatap Aldo berbinar-binar kini telah tertutup rapat.

"Abang.."

Angel dengan keadaan sembab mendekati Aldo, memeluk tubuh saudara laki-lakinya itu dengan erat.

"Everything will be fine, Oke?" Aldo mengusap lembut punggung adiknya yang menangis di dalam pelukannya. "Jangan nangisin Kak Chika terus, nanti dia sedih loh Dek."

Aldo mencium pucuk kepala Angel, memandang kosong puluhan orang yang sedang menyaksikan penguburan lubang tersebut dengan tanah hingga tertutup penuh.

Setelah memberikan ucapan bela sungkawa, beberapa pelayat beriringan meninggalkan tempat. Hanya tersisa beberapa orang termasuk Aldo dan keluarganya serta sahabatnya.

Ariana yang badanya begitu lemas hingga harus dibantu Shani sedang menaburkan bunga diatas makam Chika. 

Aldo berjongkok, tangannya mengelus nisan bertuliskan nama lengkap Chika. Matanya menatap nisan itu dengan begitu sendu.

"Kak, selalu tenang disana ya." kata Aldo dengan suara parau.

Setetes air mata jatuh membasahi tanah, tanpa sadar Aldo telah mengalirkan air matanya yang sudah bergumpal sejak lama. 

"Kenapa, Kak? kenapa harus pergi disaat aku udah mulai ingin mencintaimu, Kak?"

Aldo telah ingin membuka semua gembok dalam hatinya, rasa sayang Aldo kepada Chika yang diawali sebagai seorang saudara, ia ingin ubah menjadi seseorang pasangan. Namun, hal itu telah terlambat untuk di wujudkan saat ini.

Daniel berjongkok di samping Aldo, tangannya mengelus punggung Aldo memberikan kekuatan kepada sahabatnya itu yang sudah berjuang kuat menahan semua sedihnya untuk menjadi penguat orang lain.

Aldo mengusap air mata di pipinya, menatap kosong gundukan tanah itu.

"Gua gagal, Niel." kata Aldo lirih.

Daniel menghela nafasnya berat, Aldo sebagai orang yang sangat menghormati wanita pasti sangat tertampar dengan hal ini.

"Gua ga becus jaga, Kak Chika."

"Bisa-bisanya, gue gak tau tentang penyakit dia."

"Gue jahat, Niel. Gue jahat sama Kak Chika"

Aldo meracau sendirian, meluapkan isi pikirannya dengan menyalahkan dirinya atas kepergian Chika.

"Udah do! Tadi malem udah dibilang sama bokap lu, ini bukan salah lu." ujar Daniel tegas, "Ini semua memang udah garis takdirnya Kak Chika, selanjutnya lu harus selalu bahagia biar Kak Chika diatas juga bisa tersenyum melihat lu yang tidak lesu."

Setelah cukup lama disana, semua orang mulai beranjak meninggalkan pemakaman. Shani,  Mahendra beserta rombongan mengantarkan Ariana menuju rumahnya sebelum Ibu Chika itu sore nanti akan terbang ke kota Medan untuk pulang ke rumah keluarganya.

 "Sehat-sehat do." Indah memeluk Aldo hangat, "Jangan terlalu lama sedihnya, di balik ini semua pasti ada rencana tuhan yang sangat baik buat kamu."

"Bener, do." Ollan menimpali, "Kalok butuh teman curhat, langsung hubungi kita. Kita semua akan siap siaga buat lu."

Mereka semua mengangguk setuju.

Aldo tersenyum, "Makasih, Guys."

Sebelum pergi dari hadapan rumah Chika yang baru, Aldo menoleh menatap tempat terakhir milik wanita itu.

"Terimakasih atas segalanya, Kak Chika. I Love You, Anchika Tamara Budiono." 

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sawerannya kak :)

___________________________________

DUKUNGAN BERUPA SAWERIA UNTUK AUTHOR
BIAR MAKIN SEMANGAT UP NYA HEHEHE

https://saweria.co/gbt862

__________________________________



Go and Go AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang