☀️☀️☀️
"Saya sudah buat keputusan, saya akan menelpon pihak berwajib."
30 menit sebelum bel pulang, siang ini nampak ada kendala yang melanda dengan tiba-tiba dan membuat keresahan untuk beberapa orang.
"Saya berani jamin kalo dengan menelpon pihak berwajib nggak akan bikin mereka berhenti menyerang kita, Bu," suara Rio menggema di ruang kantor yang hanya terdiri beberapa orang.
"Apa yang bisa saya percaya dari ucapan kamu, Rio?" Bu Ratih berkata tanpa ekspresi.
"Apa yang Ibu mau dari saya? Ibu mau saya berlutut di depan kaki Ibu? Saya akan—" baru Rio hendak menunjukkan aksinya, seseorang menahannya.
"Kamu tidak perlu merendah untuk membela sesuatu, Rio." Pak Giyanta menepuk bahu Rio lalu duduk di kursinya.
"Tragedi empat tahun yang lalu, kamu mau menjadi penerus Anton?" Pak Giyanta menatapnya tegas.
Pak Giyanta, kepala sekolahnya yang sangat Rio segani. Rio lebih menghargai kepala sekolahnya daripada wakil kepala sekolahnya yang banyak cakap.
"Saya selalu memperingati kamu untuk tidak menyambung masalah ini. Dua tahun yang lalu, kamu menjadi saksi kehancuran juga menjadi pahlawan bagi beberapa orang. Setahun yang lalu kamu tidak berulah sama sekali. Dan sekarang kamu menyambungnya kembali," ucap Pak Giyanta dengan logat jawanya. "Sudah tahu masalah ini besar, mengapa melanjutkan Anton? Mau jadi pahlawan lagi, kamu?"
Rio menunduk. "Saya tahu, Pak. Saya benar-benar tidak bermaksud untuk..."
"Apa yang terjadi Mario? Jelaskan pada saya. Satu tahun lalu, saya sangat senang tidak ada ulah yang kamu buat. Tapi sekarang? Jangan kamu lanjutkan tindakan konyol mantan pentolan kamu dulu. Siapa sih yang mengangkat kamu jadi pentolan?" Ucap pak Giyanta dengan tegas.
Rio masih menunduk. "Saya nggak pernah berniat sedikit pun meneruskan Anton, Pak. Saya hanya ingin melindungi teman-teman saya. Dan sebutan itu, mereka yang menyebut saya dengan sendirinya, Pak."
"Bisa kamu serahkan ini kepada pihak sekolah? Anggap kamu bukanlah seorang pentolan sekolah yang diucapkan teman-temanmu itu. Kalo kamu terus begini, pentolan Beverald sana akan mengira bahwa dengan adanya pentolan di sekolah kita, itu berarti permasalahan antara Beverald-Binaraya belum selesai," ucap Bu Ratih.
"Jujur Pak, Bu." Rio menatap keduanya bergantian. "Saya juga sebenarnya nggak mau ada di posisi seperti ini. Murid mana sih, Bu, yang mau bersekolah di SMA favorit tapi keamanan mereka nggak terjamin?"
"Jangan bahas keamanan yang nggak kamu tahu, Rio!" Bu Ratih menatap Rio tajam.
"Kalau sekarang saya diam seperti kemauan Bapak dan Ibu, saya jamin mereka akan tetap menyerang kita. Karena yang mereka mau adalah kita semua. Khususnya saya."
"Oh.." Bu Ratih menganggukkan kepala sambil berkacak pinggang. "Pintar, maksud kamu, kamu di sini pahlawannya?"
"Bukan—"
"Saya perintahkan sekarang, jangan ikut campur permasalahan ini dan serahkan pada pihak sekolah! Jangan beranggapan bahwa kamu bertanggung jawab atas teman-temanmu layaknya pentolan sekolah," ucap bu Ratih.
"Tapi Bu—"
"Tiada tapi-tapian! mulai detik ini, tiada lagi yang namanya pentolan sekolah atau bahkan panglima perang!" Tegas bu Ratih.
Bu Ratih menatapnya dingin. "Saya tetap berpihak pada keputusan saya, dan saya tidak mau tahu, kamu harus menuruti perkataan saya. Biarpun para penggemar setia kamu membenci saya karena saya memaksa kamu untuk melepas tanggung jawab konyolmu itu. Tiada pentolan sekolah lagi atau apapun!"
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Sunshit [SELESAI]
Teen Fiction[SUNSHIT SERIES] MARIO WEASLEY, yang akrab disapa Rio itu dikenal sebagai pentolan sekolah di SMA Binaraya. Dia orangnya baperan, moody, kadang dingin, kadang sangar, dia dekat sama banyak cewek tapi hanya sebatas dekat. Beberapa orang di sekolah me...