Pukul 23:30, Rio masih berkutat di meja belajarnya untuk menghapal materi UTS besok.
Ia memang dikenal sebagai anak laki-laki yang berkategorikan bad, tapi soal nilai, ia tidak mau kalah dengan anak-anak yang dikategorikan sebagai anak baik-baik sekalipun. Namanya sebagai penghuni kelas 12 jurusan IPA itu tidak boleh tercoreng hanya karena nilainya turun.
Ya, Rio sangat perfeksionis jika menyangkut dengan nilainya. Tidak heran juga jika Emir membencinya terkadang karena laki-laki itu tidak mau membagi contekan.
Shhh...
Sesekali Rio merasakan nyeri di dadanya itu kambuh. Ya, ia memiliki penyakit jantung yang membuatnya tidak bisa beraktivitas lebih. Hidupnya selalu bergantung dengan obat, obat, dan obat.
Hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui tentang penyakitnya ini, Bik Surti dan Ican. Hanya mereka berdua yang tahu tentang hal ini.
Rio sengaja hanya memberitahu Bik Surti karena ia tidak sanggup memberitahu tentang penyakit ini ke orangtuanya.
Sedangkan Ican, ia pernah tak sengaja memergoki Rio yang sedang kumat dan mencari obat, hingga akhirnya Ican meminta penjelasan akan hal itu.
Ceklek.
Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka, dan nampak Macika di sana. Gadis itu menghampiri Rio, menduduki sebuah kursi yang berada di sebelah Rio.
"Lo belum tidur?" Tanya Rio heran, lalu menutup buku pelajarannya.
Macika menggeleng. "Kakak sendiri?" Ia malah balik bertanya.
"Gue kan udah biasa kayak gini. Lo mending tidur, besok kesiangan. Ini udah tengah malem."
Macika terdiam sebentar menatap Rio ragu. Tak lama itu berlangsung, ia akhirnya berkata, "Kak, aku mau nanya satu hal ke Kakak."
"Nanya apa lagi? Apa nggak bisa besok? Lo nggak boleh bangun kesiangan karena besok sekolah."
Macika tidak menghiraukan ucapan Rio. "Kakak harus janji sama aku, Kakak mau jawab jujur, ya?"
Rio menghela napas panjang dan menatap Macika pasrah. "Tanya apa dulu?"
Macika menunjukkan sebelah tangannya yang sedari tadi bersembunyi di balik punggungnya itu. Sontak mata Rio langsung melebar melihat apa yang dipegang oleh gadis manis itu.
Tabung putih polos berukuran kecil yang merupakan tabung obat Rio yang sempat hilang, membuat ia harus membeli tabung dan isinya yang baru.
"Aku nemu ini dari mobil Kakak," jelas Macika, "Kakak punya penyakit apa?"
Rio skakmat. Jelas ia bingung harus menjawab pertanyaan Macika dengan apa. Pasalnya, Macika yang ia kira anak kecil nan polos itu nyatanya tak sepolos itu. Macika jelas tak dapat ditipu jika ada persoalan yang menyangkut sebuah hal serius tentang Rio.
"Jujur ke aku kali ini aja, Kak. Aku tahu kalo Kakak punya penyakit jantung, kan?"
Rio terdiam.
"Kenapa Kakak rahasiain semua ini? Ke aku? Tante Lana? Termasuk Om Darian?" Lanjutnya, menatap Rio penuh arti.
"Lo anak kecil, nggak pantes bahas kayak ginian." Wajah Rio jelas berubah dingin.
"Aku tahu aku masih kecil, tapi aku juga punya perasaan yang bisa mengerti, Kak."
"Terus kalo gue punya penyakit, kenapa?" Ia menatap Macika dengan tatapan tak mengenakan.
Macika langsung terdiam beberapa saat lalu akhirnya kembali berkata, "untuk kali ini aja, Kak. Kakak jangan egois dan denger apa kata aku. Demi aku, sahabat-sahabat Kakak, ibu dan daddy Kakak, dan demi Bik Surti juga, Kak. Kakak jangan korbanin nyawa Kakak hanya untuk cewek itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Sunshit [SELESAI]
ספרות נוער[SUNSHIT SERIES] MARIO WEASLEY, yang akrab disapa Rio itu dikenal sebagai pentolan sekolah di SMA Binaraya. Dia orangnya baperan, moody, kadang dingin, kadang sangar, dia dekat sama banyak cewek tapi hanya sebatas dekat. Beberapa orang di sekolah me...