Lima puluh delapan.

2.3K 166 43
                                    

Bel pulang sekolah sudah terdengar nyaring seantero sekolah. Seluruh murid-murid SAMA Binaraya pun bergeroyok keluar dari gedung itu.

Manila berjalan dengan sendirian untuk ke depan trotoar sana. Harusnya sih bersama Raya, biasanya.

Ia berdiri di trotoar sendirian untuk menunggu angkot yang lewat. Memang benar, menunggu itu tidak enak. Tapi rasa menunggu itu tidak akan berasa jika ia berdiri bersama Raya seperti biasanya sekarang ini.

Tak lama ia berdiri di situ, terdengar suara motor milik seseorang yang mendekat ke arahnya.

Manila menatap orang itu heran. Pasalnya, berani-beraninya laki-laki itu berangkat sekolah tanpa mengenakan helm.

"Mau gue anter balik, gak?" Suara Rio terdengar jelas di telinga Manila.

Ya, itu Rio.

Manila menatap Rio heran. Kenapa Kak Rio tiba-tiba jadi baik gini?

"Nggak usah natap gue gitu. Gue lagi mood aja buat baik sama orang."

Ini orang bisa baca pikiran gue?! Manila membatin.

"Gue nggak bisa baca pikiran lo. Tapi gue punya telepati," ucap Rio dengan senyuman manisnya.

Manila menautkan alisnya. "Kakak itu kenapa, sih?"

Rio menatap Manila heran. Emang kenapa kalo dia baik?

"Kayaknya ada sesuatu yang bikin Kakak berubah sikap ke saya, ya?" Tebaknya. "Kakak ada maunya kan, baik-baikin saya gini?"

"Emang," sahut Rio enteng.

"Tuh, kan." Manila sudah menduganya dari awal.

"Jadi lo mau gue anter balik, nggak?"

"Nggak, makasih."

"Sama-sama," sahut Rio, "nungguin pentolan sana, ya?"

Mata Manila melebar ketika mendengar ucapan Rio yang menyindir Tommy itu.

"Kenapa? Kok mukanya gitu?" Rio menatap Manila santai. "Kalo lo suka sama dia, tembak lha, jangan diem aja. Yang ada, dia keburu diambil sama yang lain."

"Saya nggak suka sama dia, tau. Kakak jangan gosip, deh."

"Tapi sering jalan bareng, kan?"

Manila menghela napas panjang. "Yang sering jalan bareng, belum berarti dia bakal pacaran."

"Oh... gitu, ya? Yang jalan bareng aja belum tentu jadian, apalagi kita yang nggak deket, ya?" Gumam Rio yang didengar oleh Manila.

"Apa?" Manila mengernyitkan dahinya.

"Nggak. Jadi lo tetep nggak mau balik bareng gue?"

Manila menggeleng.

"Lo masih ngambek sama gue, ya?" Tanya Rio meyakinkan.

Manila langsung menatap Rio datar lalu mengangkat pundaknya tak acuh.

"Dasar cewek," gumam Rio, "gue minta maaf, ya?" Rio tersenyum manis.

Manila masih terdiam.

"Masa gitu aja baper, sih? Masih untung, lo itu gue bantu pas bawa buku kemarin."

Manila mendecakkan lidahnya kesal. "Bukan soal kemarin. Saya masih kesel sama Kakak soal tadi! Maksud Kakak apa, coba, segala injek tali sepatu saya? Kan saya jadi jatuh!"

"Gue kan cuma pengen ganggu elo. Nggak asik banget sih lo."

Manila memutar bola matanya malas. Ia sungguh benar-benar kesal pada Rio. "Harus banget ya emangnya ganggu saya? Nggak niatan ganggu orang lain, gitu? Kenapa targetnya harus saya?"

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang