Lima puluh sembilan (2)

2K 179 81
                                    


Manila memasuki rumahnya dengan tubuhnya yang cukup lemas dan terasa lelah.

Lelah karena apa?

Entah, lebih tepatnya, batinnya yang sudah lelah.

Urusannya dengan Rio belum berujung sampai sekarang. Dan entah urusan mereka itu apa. Manila tidak pernah merasa bahwa ia memiliki satu hal penting yang harus ia selesaikan dengan Rio.

Ia berjalan dengan keadaan tubuh yang terasa capek. Dan satu lagi, mood-nya sudah sangat rusak hari ini. Semenjak kejadian insiden bola tadi, lalu akhirnya ia menampar Rio, sejak saat itulah mood buruknya terbawa sampai ke rumah. Wajahnya sudah sangat masam.

Sebuah suara membuat langkahnya terhenti. Itu suara pecahan kaca yang sepertinya terjatuh ke dasar.

Manila berjalan menuju ruang tamu dan ternyata di sana nampak ada mamanya yang sedang duduk sambil memandang laptopnya.

Tepat di lantai sebelahnya, terdapat pecahan gelas kaca dengan air berwarna agak kecoklatan tergenang di sekitarnya.

"Mama?" Manila menghampiri mamanya yang duduk di atas sofa dan masih berkutat dengan laptopnya.

"Ya? Kamu udah pulang, sayang?"

"Mama habis ngapain, Ma?" Manila masih berdiri tegak menatap mamanya aneh. "Mama habis banting gelas itu? Itu banjir ke mana-mana, Ma. Biar Manila ambil pel-lan dulu—"

"La," suara Wiwin membuat Manila yang hendak berbalik mencari pel-lan itu terhenti.

"Iya?" Entah mengapa, Manila menyahut seakan-akan terhadap orang asing.

"Tumben baru pulang jam segini?" Wiwin bertanya, namun pandangannya menatap layar laptop.

"Tadi ada urusan sebentar di sekolah."

"Urusan apa?"

Manila terdiam sekejap.

"Urusan apa?" Ulang Wiwin.

"Bukan apa-apa, Ma."

"Kamu mulai berbohong ya sama Mama. Sekarang kamu berbeda, udah jarang cerita sama Mama."

"Ma, Manila ambil lap pel—"

"Bibik? Bik Surti???" Wiwin memotong ucapan Manila dengan memekik memanggil Bik Surti.

"Iya, Ibu Nyonya?" Bik Surti datang dari arah dapur dengan tergesa-gesa.

Wiwin menoleh dan menatap Bik Surti yang berdiri di sebelah Manila. "Tadi saya nggak sengaja nyenggol gelas teh yang ada di meja. Tolong bersihin ya Bik."

"Baik, Ibu Nyonya." Bik Surti berbalik mencari lap pel-lan, melakukan apa yang diperintahkan oleh majikannya.

Manila menatap mamanya tak percaya. Ada apa ini?

"Ma!" Ia berbicara dengan nada yang keras. "Bik Surti itu lagi masak, kenapa Mama suruh dia lap itu, sih? Manila bisa bersihin, kok. Nggak baik teriak-teriak manggil orang yang lebih tua kayak gitu." Matanya tiba-tiba sedikit lebih membesar menatap mamanya.

"Kamu yang mengajari Mama, kamu sendiri yang melakukannya. Kenapa kamu berteriak-teriak bicara sama Mama? Mama nggak tuli, kok," ucap Wiwin santai namun masih menatap laptopnya.

"Itu karena Manila di sini, Ma! Bukan di situ!" Ia meninggikan nada bicaranya sambil menunjuk dirinya sendiri lalu menunjuk layar laptopnya.

Sontak ucapan barusan membuat Wiwin menoleh. Wiwin sudah melempar tatapan mengintimidasi. "Apa maksud kamu sama orangtua seperti itu, hah?! Siapa yang mengajari kamu bersikap tidak sopan?!"

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang