Delapan belas

4.4K 325 46
                                    

5 menit lagi upacara akan dimulai. Dengan perlahan siswa-siswi berbondong-bondong keluar dari kelas. Menunggu keadaan di dalam kelas agak sepi, Rio memegang erat sebuah tabung kecil di tangannya itu.

Tersisa beberapa orang temannya yang masih menetap di dalam kelas, walaupun panggilan suara untuk upacara bendera akan dimulai sudah terdengar.

Rio membuka tutup tabung kecil berwarna putih lalu mengeluarkan sebuah pil dan menelannya. Ia lantas meneguk sebotol air mineralnya untuk menghilangkan rasa pahit di lidah. Rio memejamkan mata sebentar kala berusaha menahan pahit di lidahnya itu.

Namun tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dan berhasil membuat Rio membuka mata sedikit terkejut.

"Ngapain lo?" Emir yang menepuk pundak Rio itu terlihat penasaran mengapa Rio masih di kelas.

"Nggak." Rio menggeleng cepat sambil menyembunyikan tabung kecilnya itu.

"Apaan tuh yang diumpetin?" Kepala Emir mengikuti arah tangan Rio yang menyembunyikan benda tersebut.

Terlihat risih, Rio akhirnya mendorong tubuh Emir agar menjauh.

"Lo sakit?"

Rio terdiam sebentar dan mengalihkan matanya dari Emir. Sedangkan Emir masih menatap Rio dengan penasaran.

"Iya gue sakit."

Emir kembali mendekat dan menangkup pipi Rio. "Lo sakit apaan?"

Rio menatap Emir malas dan menjauhkannya dari tubuhnya. "Sakit maag. Asam lambung gue manjat."

Rio terlihat tertawa geli lalu melenggang pergi meninggalkan Emir yang sedang berpikir.

"Asam lambung manjat? Asam lambung naik, Rio bodoh!"

****

Hari ini merupakan hari yang sial untuk Manila. Lupa membawa tugas praktek membuat dirinya tidak boleh mengikuti jam pelajaran tersebut oleh sang guru mengajar. Entah Manila harus apa bila seperti gini, ia sangat tidak suka dihukum dengan dibiarkan di luar kelas.

Ia memilih duduk-duduk manis di sebuah bangku tepi lapangan yang posisinya tepat di bawah pohon rindang.

Saat menikmati suasana, tiba-tiba temannya yang berasal dari jurusan IPS datang menghampiri.

Venna yang cukup mengenal baik dengannya itu berkata, "Manila, kok lo di sini?

"Dihukum," jawabnya singkat.

"Lo nggak ke mana-mana, kan?"

Manila tidak dapat memastikan namun ia mengangguk saja.

Tiba-tiba Venna memberikan sebuah bola basket yang dibawanya itu kepada Manila. "Gue titip ini ya."

Manila menatapnya bingung.

"Gue mau lari jarak pendek dulu buat ambil nilai kelas olahraga. Gue titip, oke?"

Tak keberatan, Manila pun mengambil bola basket tersebut. Di saat yang sama Venna terlihat melenggang pergi meninggalkannya sendiri lagi.

Ia sekarang sendiri, di lapangan basket yang heningnya bukan main. Duduk-duduk manis saja nyatanya tak menghilangkan rasa bosannya.

Akhirnya Manila berjalan ke tengah lapangan bersama bola basket titipan Venna.

Dengan asal ia memasukkan bola tersebut ke dalam ring, yang berkali-kali dicoba namun hasilnya nihil.

Di kelas olahraga, basket dan voli lah musuh terbesarnya. Jangankan untuk bermain handal, secara teknik dan teorinya pun Manila masih sangat bodoh.

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang