Delapan

5.1K 374 52
                                    


Gue harus minta maaf.

Kurang lebih itu lah yang menjadi beban pikiran Rio saat ini. Tepat kemarin, saat ia bertemu Manila dan membuat gadis itu menangis, ia sungguh merasa bersalah.

Awalnya Rio tidak akan melepasnya pergi begitu saja, tapi setelah tahu bahwa Manila nekat kabur karena ibunya, Rio tak dapat menahannya.

Entah apa yang menyebabkan Manila harus pergi dari Binaraya dan menyebabkan dirinya dalam bahaya, tapi yang pasti Rio tahu bahwa ia terpaksa melakukan itu semua.

Seingatnya, gadis itu adalah murid kelas 11 jurusan IPA. Yang menjadi masalahnya adalah, Rio tidak tahu IPA berapa.

Pada saat 10 menit sebelum bel pulang berbunyi, Rio bersama kawan-kawannya menempati sebuah warung yang berada di depan sekolahnya.

Rio meneguk minumannya sambil berpikir keras, ada di kelas berapa gadis yang ia temui kemarin.

Tiba-tiba Emir menyenggol lengannya. "Mikirin apa, sih?"

Usai dari minumannya Rio berkata, "lo kenal berapa banyak anak OSIS?"

Emir nampak berpikir. "Marko, Gerald, Rudy, Rafiqi—"

"Yang cewek."

Emir menggeleng. "Nggak ada yang gue kenal ceweknya. Emang kenapa? Lo kepincut sama anak OSIS? Masa???"

Emir terlalu berisik. Rio melenggang pergi meninggalkan cowok itu sambil melihat ke arah gerbang sekolah.

Bel terdengar nyaring hingga ke depan area sekolah, satu per satu anak Binaraya itu pun melintasi gerbang.

Terlalu banyak yang keluar sampai-sampai Rio yang melihatnya pusing sendiri.

Ia memicingkan matanya, memperhatikan tak ada yang terlewat.

Hingga ia mengunci pandangannya pada seorang gadis yang baru keluar dari gerbang lalu berdiri di trotoar pinggir jalan raya.

Jarak antara Rio dengan gadis itu tidak begitu jauh. Ia memandangnya lurus, gadis itu nampak sibuk dengan ponselnya.

Tak lama, gadis itu menyetop taksi lalu masuk ke dalamnya. Hingga saat taksi itu melenggang pergi pun mata Rio tetap tertuju pada kendaraan tersebut.

Rio menoleh ke arah kumpulan teman-temannya lalu berkata, "gue balik duluan ya."

"Tumben banget?" Sahut Abay, anak IPS yang juga kenal baik dengannya.

"Ada urusan," jelasnya, "kunci motor gue sama siapa?"

"Di gue," Emir tiba-tiba menyahut lalu menghampiri Rio dan memberikan kunci motornya. "Lo mau ke mana?"

"Balik," kata Rio dengan singkat.

"Lo mau jenguk Ican duluan?"

"Nggak sih. Kalo lo mau jenguk dia kabarin gue ya, gue bisa kalo sore."

"Terus lo mau ke mana?"

"Ada lah pokoknya." Lalu memegang pundak Emir. "Nanti kalo lo balik, sekalian bawa tas gue ke rumah ya."

Emir mengacungkan ibu jarinya memberi tanda OK.

"Ya udah, gue balik." Rio menepuk pundak Emir lalu melenggang pergi ke parkiran.

TIN-TIN!

Saat di parkiran, Rio terus menekan klakson motornya, membuat beberapa siswa-siswi yang sedang mengambil kendaraan menoleh ke arahnya.

Ia tidak memperdulikan tatapan orang lain, langsung saja ia menaiki motor yang memiliki paduan warna coklat itu untuk segera menemui teman-temannya.

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang