Enam puluh lima

1.5K 144 55
                                    

65.

Manila membisu. Ia tak kuasa menatap pentolan sekolahnya berkata seperti itu. Rasanya hatinya begitu teriris. Ia sadar bahwa ia tidak pernah menghargai perjuangan seseorang kali ini.

"Kalo gitu saya akan pergi dari sini."

Ia merasa malu pada diri sendiri.

Siapa dia? Mengapa tidak tahu diri? Apa dia begitu istimewa di mata Rio hingga akhirnya bebas keluar masuk menemui Rio?

Ia memutar badannya membelakangi pentolan sekolahnya.

Tapi belum sampai ia melangkah, sebelah tangannya itu tertahan.

"Gue gak minta lo pergi," itu kata Rio dengan tegas.

Manila memutar badannya menatap Rio. "Tapi bukannya Kakak gak mau liat saya di sini?"

"Dengan gue gak mau liat lo di sini, bukan berarti gue nyuruh lo pergi gitu aja sekarang!"

"Kenapa?"

"Jangan bego. Lo ke sini buat nyamperin gue, dan gue gak akan biarin lo pergi dari sini. Itu bahaya. Lo gak akan pergi ke manapun selain sama gue!" Rio menatap mata gadis itu dalam-dalam.

Manila terdiam. Tapi wajahnya tak sesantai sikapnya sekarang ini.

"Gue gak mau liat lo di sini karena gue emang gak nyuruh lo buat ke sini! Itu bahaya buat lo! Lo gak seharusnya ngelakuin tindakan bodoh kayak gini cuma buat minta maaf. Apa lo pikir lo gak akan ada waktu lagi buat ketemu gue? Itulah kenapa gue gak mau liat lo di sini. Gue gak mau lo kenapa-kenapa."

Manila masih terdiam. Rasanya ia tidak perlu berkata apa-apa.

"Sekarang tugas lo jadi ibu negara, pake balok tadi buat lindungi diri sendiri," kata Rio dengan tegas.

Tanpa basa-basi lagi Manila mengambil balok yang tadi dijatuhkannya.

"Jago juga pukulan lo." Rio tiba-tiba tersenyum.

Manila hanya menatap wajah Rio dengan biasa. Ia memandang wajah pentolan sekolahnya yang sedang tersenyum manis.

Tapi tiba-tiba senyum Rio memudar kemudian. Dari bola matanya terlihat ia melihat ke arah satu titik, lalu ke titik yang lain.

"Wajah lo kenapa?"

Manila langsung terdiam.

"Kening lo?" Matanya sontak melebar. "Darah?"

Manila mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Ia langsung menunduk, mengalihkan matanya dari laki-laki itu.

"Siapa yang lakuin itu ke lo?" Rio menatap Manila seksama. "Ini bukan cuma di kening, wajah lo kenapa kayak gini?! Luka dari mana ini?! Dan kenapa baju seragam lo kayak gini?!"

Suara Rio terdengar membentak. Seakan-akan tidak terimanya seseorang yang berani menyentuh gadis itu.

Manila berusaha santai lalu kembali menatap Rio. "Saya gak apa-apa."

"Gue gak nanya keadaan lo. Yang mau gue tau, siapa yang lakuin ini ke lo?!" Ia menatap Manila tegas.

"Mmmm..." Rasanya berat untuk mengatakan itu.

"Siapa?!"

"Me.. mereka."

"Beverald maksud lo?! Apa Reno yang lakuin ini?! Atau Tommy?! JAWAB GUE!"

"NO!" Manila menatap Rio serius. "Saya gak kenal siapa dia. Yang pasti dia nyerang saya di toilet perempuan. Dia..." Manila tiba-tiba kembali menunduk lalu menitikkan air mata.

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang