Empat puluh dua.

3.4K 273 66
                                    

Happy reading, jangan lupa vomment ya ^^

Be smart readers. :*

------------------

23:00

Suara denyitan pintu terbuka terdengar memecah keheningan malam ini.

Rio masuk ke dalam rumahnya dengan tubuh yang masih terbalut seragam sekolah.

Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dan nampaklah orang-orang yang tengah duduk di sofa dan menonton TV itu belum juga tidur.

Rio tidak memperdulikan orang-orang itu, kakinya tetap melangkah untuk menuju kamar.

"Mario!"

Suara tegas milik Darian mampu menghentikan langkah Rio untuk menuju kamar.

Rio balik badan, nampaklah Darian yang berdiri itu menatap tajam ke arahnya.

"Sejak kapan kamu bersikap seperti ini, Rio? Ini di luar aturan Daddy!" Darian menatap penuh kecewa ke arah anaknya. "Apa Dad mengajarkan kamu untuk pulang malam seperti ini? Ini sudah kelewatan, Rio! Ini sudah hampir jam dua belas malam! Apa tidak cukup kamu berkumpul dengan teman-temanmu sejak sekolah tadi?!"

Rio menatap ayahnya dengan tatapan takut. Ia menunduk dan mendengarkan apa yang ayahnya ceramahi.

"Jawab Dad, Rio!"

Rio mengangkat kepalanya menatap ayahnya dengan berusaha tenang, seolah segalanya baik-baik saja.

"Maaf, Dad," ucapnya dengan menatap Darian takut.

"Ini aturan Dad. Ini rumah Dad, bukan rumah kamu. Dad keras karena Dad ingin kamu menjadi orang yang berguna di masa depan!"

"Rio minta maaf," ucapnya lagi.

"Kali ini kamu buat Dad kecewa, Rio. Kalau kamu punya masalah dan emosi, kamu bisa cerita sama ibu Lana atau sama Dad." Darian menatap Rio kecewa. "Dad nggak maafin kamu."

Lana yang tidak terima perlakuan Darian pada anaknya itu pun langsung bangkit berdiri dari sofa.

"Mas, maafkan saja Rio." Lana mengelus pundak Darian.

"Biarin saja dia seperti ini. Apa kurang, dia berteman dengan temannya sejak tadi pagi? Sejak pergi hingga pulang sekolah sampai malam seperti ini?? Ini di luar aturan!"

Macika ada di situ. Tepatnya, gadis mungil yang mengenakan piyama itu tepat duduk di sofa dan mendengarkan perdebatan mereka.

Bahkan Kak Rio bolos sekolah hari ini.
Ia menatap Rio dengan perasaan: gue minta maaf atas hal kemarin. Tapi hal itu ia urungkan karena ia hanya ingin Rio yang meminta maaf padanya duluan.

"Tapi nggak bisa gitu, Mas. Ini kali pertamanya Rio seperti ini, kamu harus bisa maklumi dia. Sekarang dia sekolah di tingkat akhir, bebannya pasti banyak," Lana membela Rio sepenuh hati.

"Tapi dia nggak bisa keluar masuk seenaknya. Kalo sekarang aku maafin dia, kalo dia mikir bakalan dapet maaf kayak gini terus, bisa-bisa besok dia ulangi kesalahan ini lagi. Mau jadi apa, dia? Nggak seharusnya dia punya masalah bersikap kayak gini!"

"Rio pasti punya alasan sendiri, Mas!" Lana meninggikan nada bicaranya.

"Tidak dibutuhkan alasan apapun untuk seorang pelanggar. Mana layak siswa SMA pake baju seragam pulang hampir jam dua belas malam gini!"

Lana mendengus kesal lantas beralih menatap Rio. "Ri, kamu mau cerita ke ibu kan kenapa pulang telat?"

Rio menatap Lana dengan takut. "Nggak ada yang perlu disalahin untuk hal ini. Karena Rio pulang malam atas kemauan sendiri. Bukan karena teman Rio, bukan karena pelajaran atau buang-buang uang, tapi ini emang keinginan Rio sendiri."

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang