Lima belas

5.4K 370 48
                                    

Setelah lolos dari kejaran anak Beverald tadi, motor Rio berhenti di sebuah rumah sederhana yang letaknya di perkampungan.

Manila seperti mengenal rumah tersebut. Rio lantas mengajaknya turun lalu menghampiri seorang wanita paruh baya yang sedang menyapu rumahnya.

"Bu?" Saat Rio memanggilnya, wanita yang dipanggilnya ibu itu menoleh dan tersenyum.

"Den? Ya Allah apa kabar, Den?" Mereka berdua saling memeluk satu sama lain.

Manila terdiam melihatnya. Wanita paruh baya yang sedang dipeluk Rio itu adalah...

"Bik Surti?" Ia berkata tanpa suara.

Selepas memeluk Bik Surti yang dipanggilnya ibu, tanpa ragu Rio memperkenalkan Manila sebagai teman sekolahnya.

Manila dan Bik Surti, keduanya terdiam saat saling bertatapan.

Langsung saja Manila mencium tangan Bik Surti dan mengenalkan dirinya. "Manila, temennya Kak Rio." Seraya tak saling kenal.

Bik Surti hanya diam, mungkin saja nona muda majikannya itu malu untuk mengenalnya.

Mereka berdua dipersilakan masuk ke dalam dan langsung menempati sofa. Bik Surti pergi sebentar untuk menyiapkan minuman untuk mereka berdua.

"Gimana?" Rio tersenyum memandangnya. "Rumah yang sederhana, tapi penuh kerinduan."

"Kakak ngapain ajak saya ke sini?" Manila menatapnya biasa, membutuhkan kejelasan.

Rio bersandar pada sofa tersebut lalu memandang langit-langit rumah tersebut. "Nggak ngapa-ngapain, gue cuma menebak lo akan suka dengan suasana kayak gini."

Jawaban yang sangat tidak menjawab pertanyaannya.

Kemudian Bik Surti datang dengan membawa dua gelas teh manis hangat di nampannya.

"Sok diminum." Bik Surti duduk di sofa yang berada di seberang mereka.

Manila tersenyum kecil. Sungguh, ia sangat merasa bersalah bersikap seperti ini. Ia menyesap gelas yang berisi teh manis tersebut lalu kembali meletakkannya di meja.

Rio terlihat menghampiri Bik Surti lalu berbisik sesuatu padanya. Bik Surti terlihat menunjuk ke sebuah ruangan seakan memberi tahunya pada Rio. Rio lekas beranjak pergi ke arah yang ditunjuk Bik Surti.

Memastikan Rio telah pergi meninggalkan dirinya dan Bik Surti langsung saja Manila memanggilnya, "Bik Surti."

Bik Surti tersenyum bingung. "Iya, Non? Bibik kira, Non tidak kenal Bibik."

Dengan sesekali melirik ke arah Rio pergi Manila lekas berkata, "Bik, bukan Manila bermaksud kurang ajar, tapi kalo di depan Kak Rio, kita berdua seakan-akan nggak punya hubungan apa-apa ya."

"Maksud Non?"

"Anggap kalo kita belum mengenal sebelumnya. Manila mohon banget sama Bibik." Manila menatapnya cemas.

Tanpa ragu Bik Surti langsung mengangguk, menyetujui. Sungguh lega hatinya bahwa Manila mengenalnya.

"Bibik jangan salah paham dulu, Manila nggak bermaksud apapun. Nanti pas di rumah, Manila akan ceritakan segalanya ke Bibik. Tapi La mohon, jangan bilang apa-apa ke Kak Rio kalo Bibik mengenal La."

Baru Bik Surti hendak berkata, Rio sudah kembali, membuat Manila yang seakan-akan sedang berbicara pada Bik Surti.

Rio yang datang membawa sebuah kotak itu langsung berkata, "udah gue tebak kan, lo akan nyaman dengan tempat kayak gini."

Manila hanya tersenyum sebagai balasannya.

Rio langsung mengambil tempat di sebelah Manila dan meletakkan kotak yang dibawanya di meja. Diperhatikannya satu per satu luka yang berada di lengan dan kaki gadis itu.

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang