Empat puluh satu.

3.5K 239 75
                                    

Happy reading ❤

Malam ini harusnya menjadi hari yang bahagia untuk seisi rumah di sini, terutama untuk Rio.

Rencana Darian soal ulangtahun Rio yang ke-18 itu gagal semua. Padahal Darian sudah menyewa sebuah restoran ternama untuk diisi oleh keluarga mereka dan teman-teman Rio. Namun semuanya gagal total akibat peristiwa siang tadi.

Kini, Rio masih tetap berada di dalam kamarnya sejak tadi siang. Bahkan saat dinner keluarga di ruang makan tadi—walau sudah dipanggil berkali-kali oleh siapapun—Rio tetap tidak keluar. Jangankan untuk melangkah keluar, menyahut pun tidak.

Rio memainkan lampu tidurnya yang berdiri di pinggir ranjangnya itu. Dengan tatapannya yang kosong dan melamun, sudah sejak sejam yang lalu ia memainkan lampu itu.

Entah ada apa dengan dirinya ini. Semua tidak tahu. Rio mengerti bahwa kejadian tadi siang ini hanya bermaksud memberi kejutan semata, namun entah mengapa hatinya sangat sensitif akan hal itu.

Mami...

lirihnya dalam hati. Rio merasakan dadanya begitu sesak ketika ia mendengar kata mama atau mami.

Ada sebuah alasan mengapa Rio memanggil Lana dengan sebutan ibu, bukan mami sebagaimana pasangan dari sebutan daddy. Karena baginya, maminya hanya satu, sedangkan ada banyak ibu di luar sana salah satunya seperti Bik Surti yang kerap dipanggilnya ibu.

Sebenarnya Rio cukup menyesal telah menyakiti perasaan Lana tadi siang. Bagaimana pun juga Lana sudah sangat sempurna menjadi seorang ibu yang notabenenya adalah ibu sambung. Di luar sana, pasti banyak ibu sambung yang menyebalkan nan kejam.

Rio menggertak kesal lalu melempar remot TV yang berada di dekatnya dengan sembarang.

Ia berhenti memainkan lampu tersebut dan memilih tiduran dengan menutup wajahnya menggunakan selimut.

Gelap, pengap, dan gerah. Matanya masih terbuka, namun keadaan di balik selimut masih terasa gelap.

Namun tiba-tiba pikirannya melayang ke mana-mana. Pikirannya tiba-tiba stuck ke arah gadis batu nan bodoh yang sudah mengusik hidupnya selama ini.

Wait, bukankah selama ini dirinya yang sudah mengusik hidup gadis itu?

"Arggghh!!!!!!" Teriaknya dari balik selimut—walau hanya dia yang dapat mendengar suara itu.

Lalu ia memejamkan matanya agar pikirannya pada Manila lenyap begitu saja.

Namun.....

Well, justru wajah Manila malah nampak di pikirannya.

"Ah!"

Rio membuka mata dan selimutnya kesal.

"Kenapa sih, wajah dia ganggu gue terus!" Umpatnya, "nggak ngertiin gue lagi banyak masalah gini!"

****

Manila memperhatikan guru di depannya dengan tatapan kosong. Pikirannya buyar ke mana-mana. Bahkan ada satu yang kini sedang mengganjal di hatinya, mamanya.

Akibat peristiwa kemarin, mamanya mengalami depresi ringan hingga ia seperti orang ketakutan sendiri. Hingga pada saat itu juga, Manila dengan diantar supir pribadinya membawa mamanya ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif.

Raya yang sedang memperhatikan guru menerangkan itu diam-diam juga memperhatikan Manila.

Ia merasakan ada yang berbeda dari teman semejanya ini. Mata Raya tak kunjung berkedip menatap Manila—yang ia rasakan bahwa Manila memiliki masalah berat.

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang