Tiga puluh delapan.

3.2K 233 28
                                    

Sudah pukul setengah dua dini hari di Bogor, namun hujan kembali mengguyur kota yang kerap disebut sebagai kota hujan. Dari sekitar jam 11 pencarian Manila belum kunjung selesai hingga jam segini.

Suara gemercik hujan terdengar samar dari dalam tenda. Pencahayaan dari dalam tenda ini pun bahkan terlihat remang karena seadanya cahaya senter, dan lampu kemping yang menempel pada sisi tenda.

Terdengar suara seseorang sedang telponan dari dalam tenda. Anehnya, dari dalam tenda ini sendiri terasa sangat hening.

Manila membuka matanya dengan perlahan. Ia merasakan bahwa tubuhnya sudah terbalut dengan selimut.

Ia membuka matanya dan penglihatannya pun terlihat samar-samar. Kepalanya masih terasa pusing namun tidak sepusing seperti tadi.

"Iya di sini hujan. Di sana hujan, nggak?"

Manila menoleh ke sumber suara, terdengar jelas di dalam tenda ada suara seorang laki-laki.

"Iya, gue berharap banget sih di sini nggak banjir."

Manila mengerjapkan matanya perlahan ketika melihat siapa yang ia lihat. Itu seorang laki-laki yang sedang duduk sambil telponan.

Manila tidak melihat orang itu dengan jelas. Penglihatannya masih saja samar.

Hingga akhirnya orang itu selesai telponan dan menoleh ke arahnya, orang itu tersenyum. "Eh, udah bangun?"

Manila belum melihat jelas siapa orang itu. Bahkan kepalanya masih terasa pusing.

Orang itu mendekat ke arah Manila dan membantunya bangkit dari posisi tidurnya menjadi duduk.

Ini sebuah tenda namun terasa seperti rumah. Banyak barang-barang yang biasa kita temukan di rumah ada di sini. Terutama bantal. Sekitar ada empat buah bantal termasuk guling di dalam tenda ini.

Setelah berposisi duduk, Manila merasakan bahwa mual sudah kembali melanda perutnya.

Orang yang berada di dalam tenda tersebut langsung memberikan Manila segelas teh hangat yang dibuat beberapa menit sebelum Manila sadar.

Orang itu memberikan segelas teh pada Manila dan Manila langsung menyesap teh hangat itu.

Setelah dengan perlahan menyesap teh hangat tersebut, Manila memandang orang tersebut dengan intens. "Kakak kenapa bisa di sini?"

Orang itu hanya tersenyum. "Rio yang nyuruh gue ke sini."

"Kak Rio nyuruh Kak Morgan buat ke sini?" Manila sedikit terkejut.

Ya, orang itu adalah Morgan yang telah menolong Manila.

"Kayaknya Rio udah punya firasat buruk tentang lo dari jauh-jauh hari, makanya dia suruh gue buat jagain lo di sini."

Manila tertegun dengan jawaban yang diberikan Morgan. Di luar dugaannya.

"Kalo lo bertanya-tanya apa alasannya, gue juga nggak tahu. Gue juga nggak ngerti apa keinginan Rio buat jagain lo dengan berlebihan kayak gini. Yang pasti, dia pengen lo baik-baik aja."

Manila terdiam dan ia hanya bisa menunduk. Segitu khawatirnya kah Rio dengan keadaannya?

"Gue juga nggak ngerti kenapa Rio itu terlalu khawatir sama keadaan lo," lanjut Morgan lagi.

Manila mengangkat kepalanya lantas menatap Morgan intens. "Saya minta maaf banget, Kak, kalo saya repotin Kakak."

"Santai aja. Demi Rio, apa sih yang nggak buat dia."

Manila menatap Morgan dengan ragu. "Dia..."

"Rio ada di rumah. Tangannya luka gara-gara disilet sama anak Beverald. Biasalah, ada oleh-oleh dari setiap pertempuran."

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang