Dua belas

4.8K 349 38
                                    


Nyaman, itu yang ia rasakan sekarang. Rasanya seperti berbaring di atas pulau kapuk yang sangat nyaman.

Ia membuka matanya dengan perlahan lalu mengedarkan pandangannya.

Ada seorang laki-laki bersamanya tengah membuka gorden berwarna putih agar sinar matahari masuk menyinari ruangan.

Matanya sontak terbelalak kaget lalu melempar bantal guling di dekatnya ke arah orang itu.

"Siapa?!" Manila sontak menarik selimut untuk menutup seluruh tubuhnya.

Ia mengecek satu-satu seluruh tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki, semua aman. Ia masih menggunakan baju seragamnya yang kemarin.

"Aduh biasa aja sih, nih, lo kenal gue?" Orang itu mendekat ke arah Manila, membuatnya semakin mundur.

Saat melihat wajahnya jelas, Manila bernapas dengan lega lalu berkata, "Kak Emir?!"

"Nah itu tahu." Emir menanggapinya enteng.

Emir berjalan dan duduk di sofa yang tersedia di dalam ruangan itu. "Akibat tragedi semalam, lo pingsan dan akhirnya Rio bawa lo ke sini. Lo nggak usah takut, santai aje. Ini apartemennya Rio."

Mendengar penjelasan Emir membuat Manila was-was.

Sambil menikmati kacang panggang yang berada di dekatnya, ia melanjutkan perkataannya, "lo nggak perlu takut. Rio nggak bakalan ngapa-ngapain lo di sini. Termasuk gue, nggak bakal ngapa-ngapain lo juga. Santuy aja."

Manila merasakan bahwa wajahnya terasa sangat ngilu akibat tragedi semalam. Selain itu, ia juga melihat beberapa perban yang menempel pada tangan dan kakinya.

"Gimana keadaan lo?"

"Membaik."

Manila melihat sekelilingnya, khusunya sekeliling tempat tidur. Ia mencari-cari keberadaan ponselnya.

"Cari apa?"

"Hape."

"Hape lo dibawa Rio."

Pernyataan Emir barusan membuat Manila tertegun lalu menoleh. "Apa? Dibawa?"

Emir mengangguk.

"Dia nggak bisa seenaknya bawa-bawa barang yang jadi privasi saya dong. Buat apa dia bawa?"

Emir menatapnya dengan wajah tak perduli. "Nggak tahu, nanti pas orangnya balik lo tanya aja dia."

"Kak Rio ke mana?"

"Dia ke sekolah."

Manila menghela napas dengan kasar lalu turun dari tempat tidur dengan perlahan.

"Lo mau ke mana?" Pandangan Emir mengikuti pergerakan gadis itu yang berjalan ke arah balkon.

Manila tak menggubrisnya. Ia berdiri di balkon apartemen Rio yang pemandangannya cukup bagus.

Sekitar jam setengah delapan pagi tapi udara Jakarta masih sejuk. Jalanan pun belum dilanda kemacetan yang biasanya menjadi langganan.

Mencoba melepas pikiran penatnya, ia menikmati pemandangan dan udara sejuk dari situ.

****

Bel istirahat berbunyi nyaring, Rio segera pergi dari kelasnya menuju kelas sebelas jurusan IPA.

Rio membawa ponsel Manila bersamanya ke sekolah, dia akan mencari tahu kebenarannya.

Ponsel Manila tidak dikunci, itu mempermudah Rio mencari tahu apa yang ingin diketahuinya.

Raya.

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang