Sebelas

4.9K 364 116
                                    


Manila sudah sangat cemas saat ini. Ia terus melirik jam tangannya, melihat waktu yang terus berjalan.

Sudah jam 8 malam dan mereka berdua masih berada di sebuah mall dengan mengenakan seragam sekolah.

Siang tadi saat pulang sekolah, secara mendadak Raya memintanya untuk menemaninya membeli sesuatu ke sebuah mall. Berhubung mamanya yang sudah sembuh, Manila pun mau menemaninya.

Sejak jam 2 siang tadi hingga sekarang jam 8 malam, mereka sudah menghabiskan waktu sebanyak 6 jam di mall tersebut.

Untung saja luka akibat tinjuan Marko kemarin sekarang mulai memudar. Warna biru di pipinya tak begitu kelihatan.

"Ray balik, yok. Kita udah ngelilingin semua lantai di mall ini dan hasilnya nihil," kata Manila pada Raya saat mereka di food court.

Ini kedua kalinya mereka mengisi perut, dan Raya nampak masih penasaran dengan barang yang dicarinya.

Selain mencari barang yang dituju Raya, mereka juga menghabiskan tiga jam untuk menonton satu film bioskop.

Dan beginilah mereka, hanya duduk-duduk manis usai mengisi perut di food court.

Raya menjadi tak enak dengan Manila, apalagi mengingat bahwa kemari ia mendapatkan luka yang tak seharusnya.

"La, luka lo gimana?" Raya memastikan.

"Masih sakit, cuma nggak separah kemarin. Dan yang terpenting, udah nggak bengkak," jawabnya. "Kemarin pas pulang sekolah, untung aja orang rumah tahu obat-obatan tradisional jaman dulu, jadinya luka gue nggak keburu parah deh."

Raya tiba-tiba bangkit dari duduknya. "Balik, yuk?"

****

Manila sendirian di tepi jalan raya. Karena orang rumah yang tidak dapat dihubungi, dan juga kendaraan umum yang tidak lewat sama sekali membuatnya kesusahan seorang diri.

Sungguh, ia sangat menyesal pulang malam seperti ini.

Sejak berpisah dengan Raya di mall tadi, niatnya Manila akan pulang dengan ojek pangkalan yang biasanya menjadi langganannya. Entah kenapa malam ini, pangakalan tersebut sepi.

Manila tahu jalan pulang, tapi kendalanya adalah tidak ada transportasi.

Mau tidak mau, ia berjalan sendirian menyusuri trotoar. Jalan raya yang dilewatinya sangat sepi, jarang kendaraan lewat.

Kanan dan kiri jalan raya tersebut adalah pohon besar, membuat dirinya ingin cepat-cepat sampai rumah.

Hanya lampu jalan yang remang-remang menemaninya di malam itu. Ia berharap sekali ada angkutan umum yang lewat, biasanya banyak.

Tiba-tiba muncul lah keringat dingin dan degup jantung tidak karuan. Dirinya menjadi parno sekali, sesekali melirik belakangnya, apa ada orang yang mengikutinya.

Setelah sampai di ujung jalan, ia harus melewati sebuah lapangan tenis dekat ruko agar ia dapat mencapai jalan besar yang biasanya ramai

Manila tahu lapangan tenis dan ruko tersebut sangatlah usang, sudah tidak terpakai sejak lima bulan yang lalu.

Nampak di depannya, gedung ruko yang menjulang tinggi dengan gang kecil di tengah-tengahnya. Ia akan melintasi gang tersebut karena langsung menembus ke lapangan tenis.

Banyak kardus dan tangki yang tak terpakai dikumpulkan di dalam gang itu.

Saat menyusuri gang tersebut, ia mulai mendengar samar-samar banyak suara orang.

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang