Empat puluh delapan.

3.2K 252 24
                                    

"Kapan lo pulang?"

Lagi-lagi suara Anton menggema di kamar tak ayal menanyakan kapan Rio pergi dari apartemennya.

Rio yang sedang baca koran itu menatap bingung ke arah Anton. "Gue juga nggak tau."

Anton sendiri sudah pusing dengan sikap kekanak-kanakan Rio ini. Ia berdecak kesal lalu melempar handuk kecil yang di pundaknya ke wajah Rio.

"Eh, tai! Inget posisi lo sekarang ini jadi apa! Mau sampe kapan lo kayak gini, ha?! Mau sampe nanti orangtua lo dateng sama polisi ke sini?!"

Anton berbicara dengan hati lalu duduk di atas ranjang dan menatap Rio seksama. "Gue kasih tau ke elo ya, nyet, gue nggak segan-segan jika suatu saat nanti, gue bakalan usir lo dari apartemen gue dengan kasar!"

Rio membuang koran itu dari tangannya. Ia lantas menatap Anton dengan perasaan bersalah. "Sorry deh ya kalo gue repotin lo."

Anton mengacak rambutnya frustasi. Ia sengaja berbicara kasar pada Rio agar membangunkan semangat cowok itu. Bukan malah membuat Rio berpikir bahwa Anton jahat.

"Gue dari dulu emang repotin," lanjutnya, masih menatap Anton sama.

Anton menghela napas panjang. "Sebenernya gua nggak masalah kalo lo mau nginep di apart gue sampe kapanpun. Tapi lo nggak boleh egois, Ri, lo perlu pikirin nasib BR sama nasib keluarga lo di rumah."

Yang diceramahi hanya menunduk.

"Buang deh sikap lo yang kayak bocah ini. Jangan lo galak kalo di medan tempur doang giliran kayak gini ciut. Udah jangan natap gue kayak gitu lagi, anggap aja kayak gue yang apa adanya. Gue nggak peduli gue lagi di mana, kalo emang saatnya gue harus marah, ya marah."

Rio mengangkat kepalanya dan kembali menatap Anton. "Gue ngerti. Harusnya gue berpikir dari dulu bahwa ini lah cara lo ngedidik kita. Lo yang galak, lo yang keliatan kayak preman di luar, tapi sebenarnya lo pemurung kan, Ton?"

Anton terdiam. Wajah galak dan sangarnya lenyap begitu saja. (Tetep ganteng, kok)

Ia membuang wajah pemurungnya itu lalu bersikap seperti biasa pada Rio. "Nggak usah bahas gue. Balik lagi, apa lo nggak mau pulang, Ri?"

"Ya mau."

"Terus kenapa nggak pulang?"

"Hape gue kan mati. Minjem hape lo juga percuma karena gue nggak hafal nomor orang rumah."

"Alamat rumah lo, deh, biar gue anter lo ke rumah make motor."

"Nggak asik banget sih, lo. Masa gue kabur terus balik ke rumahnya dianterin?"

"Ya terus lo mau gimana?" Lalu Anton bau teringat sesuatu. "Jangan lupa, lo minjem baju gue banyak banget. Masa lo kabur nggak ada niat dikit, apa? Masa kabur nggak bawa pakaian atau makanan? Cuma hape sama duit?"

"Siapa yang bilang gue kabur, sih? 'Kan gue bilang kalo gue ini nggak kabur. Gue cuma butuh waktu buat sendiri."

"Lo nggak sendiri. Lo tinggal di apart gue dan kita berdua."

Anton lantas berdiri dari ranjang dan mencari kunci motornya.

"Lo mau ke mana?" Tanya Rio.

"Cari makanan."

"Buat?"

"Buat gue, lha."

"Mesen nasi goreng, Ton," teriak Rio ketika Anton keluar dari kamar.

Yang diteriaki tidak menyahut. Entah ia mendengar atau tidak, yang pasti sepertinya Anton sudah tidak berada di Apartemen.

****

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang