lima puluh enam (2): special chapter.

2.5K 193 19
                                    

"Ada yang sedang tidak sadar bahwa ada sesuatu yang sedang menunggunya untuk dijemput—kematian."

•••••

Shhh...

Manila menetralkan pernapasannya setelah kembali dari kamar mandi. Ia duduk di pinggir ranjangnya dengan keadaan napas yang terengah-engah. Keringat dingin serta bibir pucat sudah menyelimuti dirinya. Ia benar-benar tak tahu harus apa.

Manila mengusap wajahnya yang penuh keringat dingin itu dengan tisu yang tersedia di kamarnya. Ia masih belum bisa merasa tenang, karena napasnya masih terus tak beraturan.

Mungkin jika ada yang melihat keadaannya sekarang ini akan mengira bahwa Manila habis lari malam.

Manila meneguk salivanya dengan susah payah karena rasa pahit mulai terasa di lidahnya.

Apa ia butuh sesuatu yang manis?

Tidak.

Sepertinya dia butuh obat.

Keadaan buruk menimpanya selang beberapa menit. Ia langsung membekap mulutnya sendiri lalu bergerak cepat ke kamar mandi.

Lagi, ia menumpahkan itu untuk yang entah keberapa kalinya. Sudah tak terhitung berapa kali ia mengeluarkan cairan kental itu.

Manila buru-buru menyalakan keran wastafel setelah menumpahkan darah kental itu dari dalam mulutnya.

Ia buru-buru membasuh mulutnya yang terpenuh sisaan darah. Napasnya kembali memburu, keringat dingin semakin mengucur di tubuhnya. Ia sungguh merasakan tubuhnya sangat lemas.

Manila mencoba menetralkan pernapasannya lagi, karena ia kesulitan untuk bernapas.

Selang beberapa waktu, napasnya terasa sedikit normal. Ia merasa putus asa kali ini, ia benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Mengapa seperti ini? Mengapa terkadang ia seperti orang penyakitan yang tiba-tiba memuntahkan cairan merah tersebut? Mengapa ia mendadak nampak macam mayat—pucat pasi—pada saat waktu tertentu?

Tuhan.... Beri aku jawabann...

Manila sudah putus asa untuk mencari tahu apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Ia menatap pantulan dirinya di cermin wastafel itu.

Ia menatap pasrah. Yang ia lihat di cermin itu merupakan cerminan asli dari kehidupan dirinya.

"Harusnya ini yang La tunjukin ke kalian semua," ucapnya sambil menatap pasrah pada pantulan dirinya itu.

"Harusnya ini yang kalian saksikan dari La," lanjutnya lagi, masih menatap ke arah cermin.

Setetes air mata pun menetes tanpa disadarinya.

"Tapi La nggak bisa." Ia langsung menunduk sambil menangis tersedu-sedu. "La nggak bisa nunjukin kalo Manila adalah orang yang paling malang di dunia ini.... La malu."

Tangisnya semakin mendalam jika Manila mengingat begitu banyak orang-orang yang ia sayangi tersakiti karenanya.

Ia sungguh menyayangi Raya, tapi mengapa ia sendiri yang merusak hubungannya dengan Raya...

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang