Tiga puluh enam.

3.3K 225 23
                                    

"Ribet banget, astaga."

Morgan mengumpat kesal karena dirinya yang sedang sibuk sendirian itu kesulitan untuk menancapkan patok tanah pada tali tendanya.

"Manila, Manila, beruntung banget lo jadi cewek," gumamnya lagi, "rasa pedulinya Rio ini udah di luar batas banget. Mana mau dia lakuin kayak gini buat ke temennya."

Selepas membangun tenda dan merapikan barang-barangnya di dalam tenda, Morgan memilih untuk tiduran sementara sambil memainkan ponselnya.

Entah acara penguntitannya pada Manila ini akan ketahuan atau tidak. Pasalnya, Morgan menaruh posisi tendanya tidak terlalu jauh dengan posisi tenda para anak OSIS. Lebih tepatnya sih, cukup dekat dengan kamar mandi.

Padahal jika ia mau, ia bisa memesan kamar di sebuah vila dekat area ini—seperti yang dilakukan Tommy.

Morgan asik menggulir ponselnya hingga ia lupa sesuatu bahwa ia tengah memasak mie instan.

Sekitar jam setengah tiga sore ini dan ia memutuskan untuk menghubungi Emir yang lebih mudah dihubungi.

"Mir? Gimana?" Tanya Morgan ketika sudah terhubung.

"KITA MENAAAAANGGGG!!!"

Morgan sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga saat Emir berteriak gembira.

"Seriusan kita menang?"

"Iya, lha. Mana mungkin gue bohong. Seneng banget gue!"

Morgan tersenyum mendengarnya. "Rio mana?"

Tiba-tiba hening.

"Mir? Rio mana?" Ulang Morgan, ia menjadi tegang.

"Ri.. Rio.. di sekarat..."

Mata Morgan terbelalak kaget. "Hah serius?! Dia mati?!"

"Apaan sih, siapa yang mati coba? Rio lagi diobatin tangannya."

Akhirnya Morgan bernapas lega. "Tadi lo bilang dia sekarat. Kenapa tangan dia?"

"Biasa lha, namanya juga tempur. Tadi ada anak Beverald yang agak agresif, dia nyilet tangan Rio."

"Rio gimana sekarang?"

"Santai. selagi ada gue sama yang lain, semua aman dan terkendali."

"Reno yang lakuin?"

"Bukan. Nggak tau siapa."

"Selamat ya, akhirnya kita menang."

"Yoi. Lo mau ngomong sama Rio nggak nih?"

Morgan tidak menyahut. Hingga tak lama terdengar suara Rio yang menyahut di seberang sana.

"Udah sampe, Gan?"

"Udah Ri. Tangan lo kenapa?"

"Biasalah, jagoan Papa. Omong-omong, lo udah lihat dia?"

Morgan menghela napas berat. "Sempat-sempatnya lo tanyain dia ke gue. Harusnya lo pikirin diri lo dulu, dong. Dia aman, tadi gue sempet lihat anak OSIS lagi istirahat kayaknya."

"Gan, makasih."

****

"Bangsat! Mereka berhasil kalahin kita!" Umpat Reno yang wajahnya sudah dipenuhi amarah.

Sekarang, mereka semua—siswa Beverald itu—berada di markas mereka yang biasa.

"Lo liat tadi?! Lo liat?!" Reno menatap semua temannya bergantian—walau tak terhitung.

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang