Tiga puluh dua.

3.5K 249 15
                                    

Waktu sudah menunjukan kurang dari jam 9 malam dan Manila masih tekun dalam mengerjakan tugasnya.

Entahlah, ia merasa ada yang aneh untuk hari ini. Terkadang Manila bisa saja merasa mual mendadak di dalam dirinya, ia tidak mungkin hamil kan? Lagipula Manila tidak pernah berbuat apapun pada laki-laki.

Ia lantas bangkit dari duduknya lalu beranjak ke kamar mandi karena sekarang ia merasa mual di dalam dirinya melanda kembali.

Tak hanya mual, Manila juga muntah-muntah namun tidak ada yang keluar dari isi perutnya karena seharian ini ia memang belum makan apapun selain makanan ringan saat di kantin.

Setelah merasa dirinya cukup baik-baik saja, ia menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya nampak  basah karena keringat yang bercucuran dan napasnya yang memburu.

Benar juga, ia menyadari sesuatu yang aneh dari dalam dirinya.

Seharian ini, selain sarapan tadi pagi sebelum berangkat ke sekolah, Manila belum makan berat apapun. Ia belum makan siang, makan sore, bahkan makan malam seperti sekarang.

Ia menjadi tidak mudah lapar, yang biasanya setiap dua jam sekali ia akan terus merasa kurang asupan camilan.

Jangankan makan berat, camilan yang biasanya ia nikmati itu pun serasa tak nafsu sekarang.

Ada apa dengan dirinya?

Aneh sekali, ini benar-benar aneh. Apa ada yang salah dari dirinya karena pola makannya yang sangat buruk ini?

Manila, gadis itu sedang bertanya-tanya.

****

Pagi ini Manila datang lebih awal ke sekolah dari biasanya. Saat ia berjalan di koridor utama, tak sengaja ia berpapasan dengan Rio yang terlihat baik-baik saja setelah kabarnya berkelahi di kandang Beverald kemarin.

Rio yang tanpa ekspresi itu melihat Manila sekilas lalu melenggang pergi, meninggalkan Manila yang sontak bertanya-tanya di dalam hati.

Manila mengikuti arah pergi Rio dan menatap punggungnya yang semakin lama semakin mengecil. Rio berubah. Semoga hal yang membuatnya berubah adalah keputusan yang baik, semoga.

Hingga sampailah Manila di kelasnya, yang nampaknya sudah cukup ramai dari biasanya. Ya, karena ada tugas dadakan yang diberikan guru maka membuat mereka berniat untuk menyalin tugas tersebut.

Sedangkan Manila, ia hanya terduduk diam di tempatnya sambil sesekali berpikir dengan apa yang dilihatnya tadi. Rio berubah.

Di saat yang sama, ada Raya yang tengah berjalan di koridor utama namun tiba-tiba ditarik paksa oleh Emir untuk mengikutinya ke belakang sekolah.

"Kenapa sih, Kak?" Raya membuka suara setelah Emir melepas tangannya.

"Gue mau ngomong serius sama lo," jeda, "gue minta maaf banget karena ke depannya nanti lo harus berjuang sendiri untuk Manila."

"Maksudnya? Emangnya kenapa?"

Emir memegang kedua pundak Raya sambil menatap dalam-dalam mata gadis tersebut. "Gue mohon banget, lo jangan kasih tau ke siapapun soal ini. Anak Binaraya bakalan tawuran lagi sama Beverald. Hal itu bikin gue sama Rio dan yang lain lagi repot siapin itu, gue harap lo bisa kerjain hal itu tanpa gue. Gue bukan bermaksud mau melepas Manila, tapi ini lebih penting."

Raya menatap Emir dengan ragu. "Saya akan lakuin ini sendiri? Mana saya—"

"Gue yakin lo bisa." Emir meyakinkan. "Lo itu cewek yang kuat. Dan lo harus tau, mungkin ini bakalan jadi pertemuan kita yang terakhir."

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang