Lima puluh dua.

2.9K 220 23
                                    


"Penting."

Dari nada bicaranya terdengar bahwa Ican sedang serius, hal itu membuat ketiga temannya yang lain memperhatikan dengan seksama, khususnya Rio.

"Prasangka lo tentang Manila itu bener, Ri. Manila berasal dari keluarga berada, kaya raya. Kartu kepemilikan rumah yang pernah lo lihat itu, itu punya dia atas nama nyokapnya."

Deg. Entah mengapa hati Rio berdesir saat Ican mengatakan hal tadi. Ia menatap Ican penasaran. "Lo tahu dari mana?"

"Gue tahu dengan sendirinya."

Sedangkan Emir dan Morgan yang sudah tahu lebih dulu hanya menatap Ican dengan biasa.

"Termasuk rumah dia? Berarti lo tahu di mana rumah dia? Lalu alamat yang Raya kasih?" Rio tak tanggung-tanggung bertanya dengan tergesa-gesa.

"Tentu gue tahu di mana rumah dia. Tentang alamat yang Raya kasih, itu bukan—"

"Kasih tahu alamat dia di mana. Gue mau langsung ke dia, gue mau—"

"Ri," Morgan langsung memotong ucapan Rio yang begitu gegabah, "jangan gegabah kayak gini. Masih ada kita bertiga di sini, biar kita yang urus soal ini. Lebih baik lo fokus sama masalah orangtua lo, besok lo akan ke Madiun."

"Bener kata Morgan, Ri," Emir menimpali.

Ican yang wajahnya nampak begitu serius itu kembali berkata pada Rio, "lo jangan gegabah kayak gini. Gue kasih tahu lo, Manila dalam keadaan nggak baik sekarang. Dirinya sedang nggak baik-baik aja jadi lo jangan ganggu dia untuk saat-saat ini."

Rio terdiam.

"Gue tahu apa yang terjadi sama keadaan dia, tapi gue merasa nggak berhak buat ngasih tahu ini ke lo. Kalo lo mau tahu gimana keadaan Manila, bahkan keseharian Manila, lo bisa tanya ke orang yang paling dekat dengannya dan lo mengenal baik orang itu," lanjutnya.

Rio menatap Ican bingung. "Raya?"

Ican menggeleng. "Bik Surti."

Mendengar nama Bik Surti yang sudah dianggapnya seperti ibu sendiri, Rio begitu terkejut. Apa maksudnya Bik Surti mengenal Manila?

"Sekarang Bik Surti bekerja untuk keluarga Manila. Lo bisa tahu gimana keadaan Manila, kesehariannya, apa dia baik-baik aja, tanpa memaksa dia dan bikin dia terganggu."

Rio jelas terdiam dengan rasa tidak percayanya pada apa yang diucapkan Ican. Bagaimana segalanya bisa terjadi secara kebetulan?

"Nggak usah kaget berlebihan. Untuk orang-orang yang merasa dunia itu luas, justru dunia itu sempit. Buktinya hal-hal kayak gini bisa terjadi. Selain itu mungkin ini udah takdirnya kayak gini, Ri. Saran gue sih, lo jangan egois dulu dan dengerin saran dari kita semua. Lebih baik lo pantau Manila dari jauh dan memastikan dia baik-baik aja," ujar Emir.

"Orang akan berubah," kata Morgan dengan singkat.

Rio mengangguk dengan perlahan mendengar masukan dari teman-temannya. Tapi jauh di lubuk hatinya ada perasaan aneh jika ia harus meninggalkan Manila di saat ia mengetahui Manila tidak baik-baik saja.

Tapi Rio juga tidak bisa mendekat, ia hanya bisa memastikan Manila dari jauh karena Rio tidak punya hak untuk itu. Jika dipikir-pikir lagi, Rio memang terlalu egois, dirinya terlalu jahat. Ia bahkan memaksa Manila untuk ABCD di saat Rio sendiri tidak memperlakukan Manila dengan kurang baik.

Apakah ini semua benar-benar hanya perasaan Rio ingin melindungi Manila dari Beverald, atau yang lainnya?

****

Setelah bel masuk berbunyi, keadaan sekolah pun langsung sepi ketika guru mengajar sudah masuk ke kelas.

Tapi tidak untuk anak kelas 12 IPA 2—kelas Rio dkk—kali ini. Guru mengajar nyatanya hanya memberikan tugas karena mendadak ada urusan penting.

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang