Dua puluh delapan.

3.5K 242 21
                                    

Suasana rumah sakit semakin hening setiap malamnya. Walaupun jarum jam baru menunjukkan pukul 7 malam tapi suasana di ruangan Rio sangatlah sepi karena tidak ada yang memulai pembicaraan di antaranya.

Mengabaikan Ican yang ingin pulang, Rio malah bermain dengan remot dengan terus-menerus mengganti channel TV.

Dari sepulang sekolah tadi hingga malam ini Ican masih di rumah sakit hingga merasa jenuh. "Gue balik, ya?"

Rio tidak menggubrisnya.

"Ri????" Ican meninggikan suaranya.

Rio menaruh remot TV tersebut lalu menatap Ican dengan memberengut. "Siapa yang nyuruh lo balik?" Nada bicaranya terdengar seperti anak-anak.

Ican menghela napas kasar. "Nyokap gue pasti nyariin karena malem-malem gini anak gantengnya belom balik."

Rio mulai kesal dengan Ican. Ia lantas kembali memainkan remot TV seperti tadi, sedangkan Ican langsung meninggalkan sofa untuk beranjak ke toilet yang berada di dalam ruangan.

Sebenarnya Rio kasihan pada Ican, namun bagaimana lagi karena sekarang tidak ada yang menemaninya.

Dikabarkan sepupu jauh ayahnya meninggal dunia, otomatis membuat ayah dan ibunya pergi ke rumah duka. Yang berarti, keluarganya tidak ada bisa yang menemani Rio.

"Sini, jalan! Sini!!!"

Rio mendengar suara seorang laki-laki dari luar ruangannya.

"Nggak mau!" Terdengar balasan suara seorang perempuan.

"Diam dan ikutin apa kata gue!"

"Kalo saya bilang nggak mau, ya berarti nggak!"

Rio berhenti memainkan remot Tv tersebut. Perhatiannya langsung terarah pada suara seorang laki-laki dan perempuan yang tengah ribut sepertinya.

Rio langsung menoleh ke arah TV-nya yang nyatanya tidak sedang menayangkan sebuah drama.

Rio bahkan mematikan TV-nya hingga suara keributan orang itu semakin terdengar, bahkan semakin mendekat.

Ia mendengar baik-baik suara itu hingga...

Draggg!!!

Rio terkejut ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka lebar, dimana nampak adanya kehadiran dua orang.

"Kakak bisa lepasin tangan saya nggak gak sih?! Tangan saya sakit, tahu!"

Rio yang masih dirundung kaget itu melihat jelas bahwa dua orang itu adalah Emir dan Raya yang sepertinya terlibat sebuah perdebatan.

Menghiraukan ucapan Raya, Emir malah mengetatkan cengkeramannya pada tangan gadis itu.

"Kakak!!!!" Raya berusaha memberontak dengan memukul tubuh Emir dengan sebelah tangannya yang lepas.

Setelah menarik Raya ke arah Rio, Emir menghempaskan tubuh gadis itu hingga sedikit terhuyung.

"Pshyco!" Semprot Raya pada Emir, yang mana belum menyadari keberadaan Rio di sebuah hospital bed dekatnya.

"Kalian pacaran?" Rio bertanya dengan polos, membuat Raya menoleh lalu kaget.

Raya langsung menunduk takut, ia menatap miris sebelah tangannya yang sudah merah karena cengkeraman Emir.

"Itu Ri," dengan santainya Emir berkata seperti itu. Ucapan Emir barusan membuat Raya beropini bahwa Rio-lah yang menculiknya.

Rio yang tak tahu apa-apa itu menatap Raya dengan bingung. "Lo bukannya diculik Beverald?"

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang