*note: penting, baca sampe habis sampe bawah bawah bawah bawah bawah bawah bawah bawah bawaaaaaaah ya^^
Masih jam setengah tujuh pagi sekarang ini, dan Manila sudah berjalan sendirian di koridor utama sekolahnya.
Tak lupa hari ini adalah hari Jumat. Besok, hari Sabtu, adalah last exam yang sudah ditunggu-tunggunya.
Sudah menjadi tradisi di Binaraya, jika lepas UTS atau ujian sekolah lainnya, selalu diadakan belajar di rumah alias libur selama seminggu.
"Manila!" Terdengar suara seorang gadis yang menyeru namanya dari belakang.
Manila menoleh ke sumber suara, nampak Bianca yang tengah berlari mengejarnya.
"Bi?" Manila tersenyum ketika Bianca sudah berposisi di hadapannya. "Lo bukannya—"
"I'm fine." Bianca tersenyum.
Manila tersenyum sambil mengangkat sebelah alisnya memandang Bianca. "Jidat lo keliatan benjol gitu?"
"Iya, jadi bola itu ngegebok jidat gue. Untung aja jidat gue nggak jadi jenong." Mereka berdua mulai kembali berjalan bersamaan.
"Gue kira, kena kepala," sahut Manila enteng.
"Tetep aja, jidat juga posisinya deket kepala."
"Terus keadaan lo gimana sekarang? Gue kira lo nggak bakal masuk?" Tanya Manila.
Bianca menyahut, "ketimpa bola kayak gini nggak bikin gue kehilangan kaki untuk berjalan, tangan untuk menulis, dan yang terpenting napas yang bisa menghidupi gue. Hal sepele gini nggak bisa dijadiin alasan buat gue gak masuk sekolah, La."
Manila tersenyum mendengarnya. "Jadi?"
Bianca menghela napas panjang dahulu lalu berkata, "oke lah, dengan terpaksa, kali ini gue akan menyimpulkan hidup gue sendiri kenapa gue itu hidup."
Manila langsung tertawa kencang mendengarnya. "Nyelekit banget, ya?"
"La, lo itu kalo lagi marah gak nyeremin, tapi nyeuleukitin."
Mendengar ucapan Bianca mengenai dirinya, Manila terus tertawa saja mendengarnya. Ia tak menyangka bahwa mulutnya benar-benar setajam itu.
Apalagi, yang paling tidak membuat mood Manila buruk pagi ini adalah, Bianca tidak membahas Rio sama sekali selama berjalan menuju kelas.
Sebenarnya sih, Bianca pengen nanyain lagi soal Rio yang keadaannya kemarin gimana. Tapi berhubung mengerti kondisi Manila yang sepertinya sedang tidak ingin membicarakan laki-laki itu, Bianca lebih baik mengurungkan niatnya.
Mereka berdua terus berbincang saat menuju kelas. Bahkan hingga tak terasa mereka sudah sampai di dalam kelas yang nampaknya masih belum ada siapa-siapa.
"Gila, ya, mentang-mentang masuk jam setengah delapan, yang lain belum pada dateng," ucap Bianca yang menghampiri ke arah kursinya.
"Kayaknya kita yang kecepatan datengnya deh, Bi," timpal Manila yang juga duduk di kursinya.
Saat ujian, mereka duduk sesuai nomor peserta ujian yang telah tertempel di meja. Dan mereka—para peserta ujian—mencari nomor ujian yang sebelumnya telah diberikan name tag.
Posisi tempat duduk Manila dan Bianca cukup jauh. Bianca duduk di bagian paling depan dan berada di seberang barisan Manila—di mana di dekat meja pengawas yang berada di pojok.
"Oh ya, kemarin kan kotak pensil gue ketinggalan di kolong meja," Manila bergumam sendiri lalu menaruh tasnya di atas meja.
Ia langsung merogoh kolong mejanya tanpa melihat ada apa di dalam kolong meja itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Sunshit [SELESAI]
Teen Fiction[SUNSHIT SERIES] MARIO WEASLEY, yang akrab disapa Rio itu dikenal sebagai pentolan sekolah di SMA Binaraya. Dia orangnya baperan, moody, kadang dingin, kadang sangar, dia dekat sama banyak cewek tapi hanya sebatas dekat. Beberapa orang di sekolah me...