Dua puluh

4.3K 350 23
                                    

Rio melepas pandangannya dari atas rooftop sekolahnya. Semilir angin menerpa dirinya dan juga seorang gadis yang berdiri di sebelahnya, Manila.

Di jam istirahat barusan, setelah memastikan Manila selesai makan di kantin, Rio langsung menarik Manila pergi bersamanya.

"Nggak ada yang mau lo ucapin ke gue?" Kata Rio namun pandangannya ke arah depan.

Manila terdiam.

"Kalo lo nggak bisa berdamai dengan gue, seenggaknya jangan anggap gue sebagai ancaman," jelasnya lalu menatap Manila serius, "lo bertemu pentolan Beverald kemarin?"

"T-Tommy?" Manila mengucapkan nama itu dengan berhati-hati.

"Widih, udah kenalan sama dia lo? Takjub gue."

Rio sama sekali tidak menatapnya tajam, namun ini kah yang justru membuat Manila takut.

"Saya nggak tahu sama sekali kalo dia ke Binaraya kemarin. Dia datengin saya buat balikin..." Manila menggantung ucapannya.

"Balikin apa?" Rio sudah mengedarkan pandangannya.

"Perlengkapan kesehatan saya. Beberapa waktu lalu saya nggak sengaja ketemu dia di halte, terus karena saya lihat tangan dia terluka, dia..." Manila benar-benar tak kuasa melanjutkan ucapannya.

"Dia lo tolongin?" Rio balik menatapnya. "Apa alasan lo tolongin dia? Kalian kenal sebelum ini?"

Manila menghela napas panjang lalu berkata, "saya nggak pernah kenal dia sebelumnya. Malam di mana saya ada di kandang Beverald, seharusnya saya dengerin ucapan dia buat nggak berisik, karena dia nolongin saya. Tapi karena—"

"Terjawab." Rio terlihat tak ingin banyak berkata apa-apa lagi.

Manila sungguh merasa bersalah mengatakannya. Bukan itu maksudnya, ia tidak ingin Rio salah paham.

"Terserah lo merasa gue ancaman atau apa, tapi gue minta ini untuk yang pertama dan terakhir kali gue liat lo berurusan sama pentolan atau bahkan anak Beverald!" Rio menatapnya dingin. "Jangan lupa bilang makasih sama Tommy karena udah selametin lo waktu malem itu."

Rio berlalu meninggalkan Manila dengan kekecewaan. Dan Manila yang ditinggalnya hanya menatap punggung laki-laki itu dengan rasa bersalah.

Sungguh, Manila tidak bermaksud membela Tommy di hadapan Rio. Ia hanya berkata jujur. Sejujurnya ia terlalu takut untuk berlaku baik di depan Rio, makanya itu lah mengapa ia selalu menghindarinya.

****

Rio berjalan di koridor utama dengan malas. Bukan apa, entah mengapa saat ini Rio merasa malas untuk pulang. Baginya, rumah di mana ia tinggal bukan tempat yang tepat untuk pulang dan berteduh. Ia selalu merasa bahwa rumah Bik Surti lah yang sangat tepat.

Sampainya di parkiran, tiba-tiba ia mendapat telepon dari seseorang.

Mr. Trian is calling...

"Halo?" Ucap Rio di telepon.

"Mario?" Suara tegas seorang pria terdengar dari seberang sana.

"Kenapa Mister?"

"Bisa kamu ke sini sekarang? Ada hal penting yang harus saya bicarakan."

****

"Non kenapa?"

Manila sedang tidak bersemangat hari ini. Ia sangat berdosa karena telah membuat Rio kecewa dengan ucapannya.

Barusan, tak sengaja saat ia sedang menunggu di dekat trotoar sekolahnya, tiba-tiba Tommy datang lagi dan memaksanya untuk mengantar pulang.

Awalnya Manila tidak mau, tapi karena semakin banyak anak-anak Binaraya yang mulai pulang Manila takut ada yang memperhatikannya lagi.

You're My Sunshit [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang