"Untuk, apa, engkau membuang
pasir waktu demi memasang
frasa-frasa kekinian berbelang?""Karena menulis adalah
sumbangsih bagi dunia
dan ibadah bagi sukma."
"Engkau naif terkungkung inkonsistensi. Sumbang di
muka publik. Pembaca datang,
baca, dan pergi. Nihil apresiasi.""Memang begitu realitas.
Aku tiada pengemis sinis
yang mendamba kuantitas.""Bocah ingusan sore kemarin.
Kodratmu sebagai manusia,
yang memanipulasi aksara,
'jadi pelarian dan pelampiasan."
Itukah realita?""Hanya Tuhan, dan
diri yang tahu.""Elusif, tanpa substansi.
Sebab itulah dirimu yang selalu
muluk-muluk. Berlindung dibalik drama agamis imitasi."Tidak semuanya
seperti itu,
termasuk diriku.""Apakah dirimu? Engkau ialah
serdak yang diinjak beratus sepatu. Engkau tiada berdaya tanpaku.""Haruskah aku patuh
padamu, yang lebih hina lagi?""Derajatmulah yang lebih rendah
dari binatang jalang. Sebab engkau pembohong dan plagiator.""Dunia fiksi
punya hukum logikanya sendiri
dan hikmah yang tersembunyi.
Segala imaji itu berangkat dari
fakta yang dikonsumsi batin.""Kaset rusak kekanak-kanakan.
Tersingkaplah bahwa engkau
hendak berkelit tiada mengaku.""Pada dasarnya manusia
memang pandai meniru.""Lalu, mengapa jiwamu terpenjara dalam tubuh rapuh, tiada mengharap kekekalan?"
"Bukankah kematian—
hadiah dari Tuhan—merupakan
pintu menuju keabadian?"
[Banyuwangi, 30/08/16.]
[Diedit di Banyuwangi, 20/01/18]
KAMU SEDANG MEMBACA
Derai Hujan Pasti Berhenti
Poetry[Kumpulan Puisi dan Sajak] Derai Hujan Pasti Berhenti adalah buah pikiran dari refleksi, keyakinan, harapan, dan kontemplasi, bahwa tingkat kesusahan berbanding lurus dengan kemudahan. Atas dasar inilah, penulis mengangkat berbagai premis yang abstr...