75| Mindaku

254 14 4
                                    

Di tempat ini, pansy dan tulip mekar
Buah zaitun dan plum tumbuh seekar
Akar mandalika menjulang kekar
Tanpa rimba yang membelukar

Namun itu dulu. Sekarang--tiliklah
Semua kembangnya layu dan pucat
Urat airnya mengerut, membelit perut
Mayapada yang selama ini kamu papah

Suaka selesaku pupus sudah, tinggal resah
Yang bernaung di setiap sudut kenangan
Seakan badai membawa semua angin
Dan menghantamkannya pada angan

Jika dulu merekah selaksa daisy violet--
Bernektar madu dan beraroma wangi
Kini megar poppy bercorak monokrom--
Dengan nektar nanah dan bau anyir

Jerumun dafodilku layu, terlibas tipu dayamu
Satu-satunya azalea kaupreteli satu per satu
Sisanya menjelma primrose yang dimakan kutu
Hingga tak lagi ada lagi bunga iris buaianku

Jika dulu kau serupa Hathor sang dewi afeksi
Kini bagiku kau adalah Skaði, si pengantar sunyi
Dengan panahmu, kaukirim semua fragmen memori
Jauh ke palung Jotunheim, sampai terpungkasi

Di balik langkahku, kamu merangkap agen ganda
Tanpa tahu malu, dalam gelap kamu hendak berpaling
Melinting rahim buntingmu seraya menahan kaing
Padahal dalam satu ranjang kita tak pernah bersua

Namun, apa gunanya mengulum sendu
Jika nantinya aku mesti mengawetkan pilu
Bersama dengan rindu yang mematikan bara api--
Padahal aku adalah: tungku yang selalu berisi?

Semua itu berkat kamu. Terbuka kelopak edelweisku
Mawar putihku kini melancut, tak ada lagi rasa ragu
Sebab bagimu aku hanya taruna lugu, bukan begitu?
Cukup. Pintuku karu. Tak lagi menerima tamu.

[Banyuwangi, 07/10/17]

Derai Hujan Pasti BerhentiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang