65| Algojo Paradiso

196 13 2
                                    

Petang merentang lintang dan gemintang
Para durjana agama siap menyulut liang
Maka bertakbirlah sebagian manusia di rumahnya;
Sebab itulah yang akan menjelmakan tiang

Halimun kebun milik orang yang melamun jua
Binatang pincang tercincang kaki-tangannya
Sudahlah seorang primadona hendak berangan;
Tiada awas akan intrik percik licik marabahaya

Menapak jalan bersalju di atas bata merah ratapan
Dan ranting-ranting kering jatuh bergelimpangan
Sepatu bot menelusi lapis salju yang nyaris beku;
Seseorang menebar kemboja layu di pinggir jalan

Jendela kamar mengkristal tampak sayu
Di kejauhan batu dikikis bayu yang membeku
Sedang dua sejoli bersenggama dengan santai;
Tanpa menilik presensi insan yang tak lagi payu

Jarum ranum netra menebas bebas tubuh landai
Sesekali tirta rontok dari sukma yang terurai
Afeksi penghubung diri terkonversi menjadi afair;
Lalu ikhtiar, rosario dan rasio lenyap terburai

Seorang pria menahan tabir tangis terakhir
Di luar jendela, candala dan kalbunya berdesir
Ia memohon penebusan untuk memungkasi;
Tanpa rekuiem, mantra, atau doa yang melincir

Stamina dan adrenalin makin getol digeluti
Memilih antara trisula, tombak, atau samurai
Ia hendak menghadapkan bedil pulang;
Supaya gerbang paradiso terbuka lagi

Merapal doa, menahan murka, tangis dibuang
Pintu kamar terkapar, algojo datang tak diundang
Menebar getar, ia kini bersedia memendam rahasia esa;
Ibunya bakal membusuk dengan selingkuhannya di gudang

[Banyuwangi, 05/08/17]

Derai Hujan Pasti BerhentiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang