Dulunya kita menyublim menuju bintang yang sama
Sebelum era hadean, partikel kita saling tata-menata
Dulunya kita sering memandang langit yang sama
Meroketkan angan renjana menuju semesta semata[Jatuhku sejatuh-jatuhnya hanya untukmu
Kalbuku bertakhta di dalam pelukanmu
Gores permukaan hatiku sedikit saja
Maka aku 'kan mendarah selamanya]Gadis Elisian, terterungku dalam tunggu
Adalah manis yang kudengar dari namamu
Biarkan dadaku bersarang di pangkuanmu
Sekali saja, biar wajahku merasakan air matamu[Bangun, bangunkan aku dari harap dan ratap
Ketika kau dan aku tak lagi saling menatap
Selamanya aku belum siap meninggalkan
Kerling netramu dan janji yang terlupakan]Pernahkah sekali saja, kau merasakannya
Untuk terpaut dalam taut di hadapan laut
Dan anjangsana pada memorabilia senja
Yang mengikat kedua netraku dalam jerat[Selamanya satu, dan satu untuk selamanya
Lukaku lukamulah dan lukamu lukakulah
Meski jarak menciptakan pretensi renjana
Dan sangkala membuat kalbuku mendarah]Maaf bagiku yang tak peka merasa dan meraba
Berlindung di balik topeng stoik yang gersang
Kini anak kecil itu sudah lama mati dalam diri
Tawa, senyum, dan kepolosannya tiada lagi[Ingatlah sang nirnama yang pernah terhempas padamu
Dan membuka pintu kalbunya yang t'lah lama membatu
Mengisinya dengan barisan puspa tetes-salju pancarona
Lalu meninggalkannya tiba-tiba di penghujung nyawa][Banyuwangi, 02/02/18]
KAMU SEDANG MEMBACA
Derai Hujan Pasti Berhenti
Poetry[Kumpulan Puisi dan Sajak] Derai Hujan Pasti Berhenti adalah buah pikiran dari refleksi, keyakinan, harapan, dan kontemplasi, bahwa tingkat kesusahan berbanding lurus dengan kemudahan. Atas dasar inilah, penulis mengangkat berbagai premis yang abstr...