Naif, naif, tersulut nyalanya dalam atma
Begitu terbakar rasa penasaran bermula
Dengan jangka fantasi tanpa kekang sangkala
Selaksa kukila sudah berada dalam terungkuDulu pada gadis di bawah pohon renjanaku berlabuh
Dengannya aku bersenandika hingga swastamita meluruh
Kukisahkan padanya perihal cerca dari orang-orang
Padaku, pemuda aneh yang mendekam dalam cangkangDi bawah kanopi pohon teduh, menyusuri pastura
Kupatri nama kami berdua dan kuingat-ingat ulang
Di sana dia masih menyisir rambut obsidiannya
Menghitung jumlah jatuhnya daun-daun tuaDigantara berkilat, dan kami berlindung dari mendung
Di kanopinya. Menghangatkan tulang dalam tudung
Di atas akarnya. Padanya aku menyanyikan kidung
Dan ia malah terkikik selagi mengusap alas hidungEsoknya ia tak hadir, selagi aku memeluk hasta
Sampai hari selanjutnya, lalu warsa selanjutnya
Tak lagi ada anjangsana pada kisah-kisah lama
Pun presensi suamnya dekat tabir swastamitaUsai pohon itu tertebang, sepi datang menyapa
Kukila-kukila menjerang sisa-sisa puspa selesa
Hingga diri baru sadar akan satu-satunya fakta--
Bahwa sampai kapanpun, gadis itu takkan nyataNaif, naif, tersulut nyalanya dalam atma
Begitu terbakar rasa penasaran bermula
Dengan jangka fantasi tanpa kekang sangkala
Selaksa kukila sudah berada dalam terungku[Banyuwangi, 05/01/18]
KAMU SEDANG MEMBACA
Derai Hujan Pasti Berhenti
Poetry[Kumpulan Puisi dan Sajak] Derai Hujan Pasti Berhenti adalah buah pikiran dari refleksi, keyakinan, harapan, dan kontemplasi, bahwa tingkat kesusahan berbanding lurus dengan kemudahan. Atas dasar inilah, penulis mengangkat berbagai premis yang abstr...