82| Imajiner

277 12 0
                                    

Naif, naif, tersulut nyalanya dalam atma
Begitu terbakar rasa penasaran bermula
Dengan jangka fantasi tanpa kekang sangkala
Selaksa kukila sudah berada dalam terungku

Dulu pada gadis di bawah pohon renjanaku berlabuh
Dengannya aku bersenandika hingga swastamita meluruh
Kukisahkan padanya perihal cerca dari orang-orang
Padaku, pemuda aneh yang mendekam dalam cangkang

Di bawah kanopi pohon teduh, menyusuri pastura
Kupatri nama kami berdua dan kuingat-ingat ulang
Di sana dia masih menyisir rambut obsidiannya
Menghitung jumlah jatuhnya daun-daun tua

Digantara berkilat, dan kami berlindung dari mendung
Di kanopinya. Menghangatkan tulang dalam tudung
Di atas akarnya. Padanya aku menyanyikan kidung
Dan ia malah terkikik selagi mengusap alas hidung

Esoknya ia tak hadir, selagi aku memeluk hasta
Sampai hari selanjutnya, lalu warsa selanjutnya
Tak lagi ada anjangsana pada kisah-kisah lama
Pun presensi suamnya dekat tabir swastamita

Usai pohon itu tertebang, sepi datang menyapa
Kukila-kukila menjerang sisa-sisa puspa selesa
Hingga diri baru sadar akan satu-satunya fakta--
Bahwa sampai kapanpun, gadis itu takkan nyata

Naif, naif, tersulut nyalanya dalam atma
Begitu terbakar rasa penasaran bermula
Dengan jangka fantasi tanpa kekang sangkala
Selaksa kukila sudah berada dalam terungku

[Banyuwangi, 05/01/18]

Derai Hujan Pasti BerhentiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang