Pada foniks di ambang kematian aku menyeru
Dengannya aku menggantung harapan palsu
Sembari menghitung perlahan sisa-sisa waktu
Menangis untuk bisa terbang ke dalam terungkuUntuk selamanya, dirikulah jalang terbuang
Dengan kompas kandas, aku melampaui batas
Katakan kutukan ini bagai luka yang tercincang
Sebab kini aku selamanya dilaknat untuk bebasDan kau, sayang, adalah baskara yang membakarku
Senyummu basah-hangat tertampar derai badai
Di atas rumput mutiara merah kau menunggu
Tertidur, selagi dibungkus sayap obsidianUntuk sekian lama, akulah jalang tanpa nama
Kehilangan keyakinan menjadikanku antagonis
Tak masalah apa aku penguasa atau jelata
Di akhir, nama pun tak akan terjual sepicisBegitu inginnya aku berada di dekat pohonmu
Berdansa, melayang-melayang bersama angin
Dalam patriku, seribu janji takkan kulupakan
Kubawa demi mencari penebusan diri padamuKeazalian tiada membuat hidupku berarti
Untuk terus berlari, dari derita dan curiga
Walau kupersembahkan sarwa harta dan raga
Tetap saja momen terkutuk ini terulang kembaliSayang, biar malam ini berlangsung
Seumur hidup. Aku t'lah menunggu ini
Selama sayap hitam menjelma pupa--
Tempat tangismu merah dan rambutmu putihInginku menjadi budak sangkala sekali lagi
Untuk bisa merasa hidup dan mati sekali saja
Inginku mencintai-Nya melebihi para gembala
Agar dapat merasai senampan buah karmaMaka tolonglah aku agar bisa terbangun
Dari putaran-waktu yang amat menyesakkan
Dan puspa beracun di ujung tenggorokan
Bersama gagak-gagak penjerat tanganBiarlah nisanku tak menyisa raga dan nama
Sebab akulah pengembara yang terlena
Biarkan kesadaranku sadar sesadar-sadarnya
Tanpa perlu tangis, sesal, ratap, dan duka.Sekali lagi, siapa yang sudi membebaskan
Selain pengharapan dari relung keputusasaan?
Telapak kaki melepuh di atas permafrost asura
Sayang, bibir telanjur terjahit benang laba-labaAdigangku menjemu, berdiri pun tak lagi sanggup
Penghakiman t'lah tiba, manakala mair menyusup
Epilogku serupa ketaksaan dari pilihan siksaan
Tak ada pengorbanan, hanya ada perpisahanSatu-satunya kuasaku hanya atas harga diri
Yang makin redup. Kini tinggal memungkasi
Diri sendiri dan menyiapkan pesta raya
Atas kematian diriku, nara nirnama[Banyuwangi, 18/03/18]
KAMU SEDANG MEMBACA
Derai Hujan Pasti Berhenti
Poetry[Kumpulan Puisi dan Sajak] Derai Hujan Pasti Berhenti adalah buah pikiran dari refleksi, keyakinan, harapan, dan kontemplasi, bahwa tingkat kesusahan berbanding lurus dengan kemudahan. Atas dasar inilah, penulis mengangkat berbagai premis yang abstr...