Tamat.
Aku sendiri
Lenyap sudah tirakat
Bersama rupa matahariPuluhan kafilah pembawa lentera
Menyisiri hamparan Sahara
Menjauhi telaga
MeranaSisa palagan menghantui di belakang raga
Dencang pedang antarinsan menjelma petaka
Genangan darah terpijak kuku-kuku unta dan kuda
Selagi kulintasi pusaran mayat dan burung bangkaiKulambaikan tangan pada kafilah yang menelangsa
Kata mereka bekas tenda para penyintas ada di utara--
Kaki gunung pasir yang tertimpa bayang-bayang candra
Maka kuturuni perlahan, sekalian kubawa secarik kafanDi langit kudengar arwah siren tengah meratapi
Dan memainkan harpa dekat guelta gurun-salju
Kuintip seperempat bulan menyelimuti baskara
Mengutus ular dan kadal 'tuk berpulang ke sarangKucurahkan tan'isku kala kelepak bayu-wangi
Menyinggung suram. Sembari ditemani panji besi
Yang berkarat. Sabit krimson di langit terlucuti
Dan kini zulmat berkuasa, menyelaputi diriSaput kabut penuh debu menguar, 'tapi bagiku
Tak ada bujuk dari bayu yang mampu merayu
Untuk kembali mencium kembang tabur layu
Meski kata orang di sini aku sia-sia menungguPintaku agar malam ini berlangsung selamanya
Tidur bersama sunyi di balik kisi-kisi tirai azura
Mengekori sajian bintang jatuh yang meraja
Bersamamu. Di sini, menerungku nelangsaDoaku agar sangkala membekukan pendar siang
Mengidungkan lullabi tua yang dulu kaukenang
Dan mengingat watak kerasmu yang pemberang
Aku tersedu. Di depan mata mati yang memandang[Banyuwangi, 01 Januari 2018]
KAMU SEDANG MEMBACA
Derai Hujan Pasti Berhenti
Poetry[Kumpulan Puisi dan Sajak] Derai Hujan Pasti Berhenti adalah buah pikiran dari refleksi, keyakinan, harapan, dan kontemplasi, bahwa tingkat kesusahan berbanding lurus dengan kemudahan. Atas dasar inilah, penulis mengangkat berbagai premis yang abstr...