6

9.6K 477 9
                                    


Cia menggeliatkan badannya, mengingat-ingat kejadian sebelum ia tertidur.

"Gue tadi ketiduran di mobil kan ya. Ini baju yang gantiin Mbak Sari pasti." Gumam Cia, ia melihat baju tanpa lengan dan celana kain selutut terpasang di badannya.

"Wahhh udah malem ya ini." Kata Cia pada dirinya sendiri, ia menyingkap gorden kamarnya lalu berjalan keluar kamar.

"Sayang aku mau eskrim yang ada di kulkas ya"

"Beli sendiri sono! Itu eskrim adek gue!"

"Satu aja sayang, ini yang minta anak kamu loh."

Cia yang sudah berada di luar kamar mendengar percakapan yang sepertinya di kamar kakaknya. Ia melangkah menuju kamar di sampingnya, membuka lebar pintu yang memang dari tadi tidak tertutup sempurna.

Arka yang duduk menghadap pintu menyadari kehadiran adiknya lalu dengan cepat menghampiri Cia tanpa peduli Sheila yang masih merengek.

"Adek udah bangun?" Tanya Arka sambil merapikan rambut Cia yang berantakan karena belum sempat ia sisir.

Cia yang masih shock dengan kehadiran wanita di kamar kakaknya hanya menatap Arka datar lalu berjalan ke bawah karena ia sudah sangat lapar.

Di dapur, Mbak Sari sedang menggoreng nugget kesukaan Cia. Cia duduk di meja makan sambil mengawasi Mbak Sari yang sibuk memasak.

"Mbak?" Panggil Cia, Mbak Sari yang memasak membelakangi Cia menoleh ke arah Cia.

"Iya, Dek?"

"Cewek yang di kamar kakak itu pacarnya yang biasanya bukan?" Tanya Cia, ia mengambil apel di depannya lalu memakannya.

"Iya, Dek. Dia bilang calon istrinya." Jelas Mbak Sari yang membuat Cia refleks menjatuhkan apelnya.

"Calon istrinya Kak Arka? Gilak gilak!."

Mbak Sari yang mendengar keterkejutan nona cantiknya itu hanya dapat terdiam lalu mengambilkan makan untuk Cia.

Di depan Cia, Mbak Sari meletakkan piring yang berisi nasi, nugget dan sayur oseng.

"Mbak, kenapa ada osengnya sih. Cia kan ga suka." Gerutu Cia, oseng yang tidak ia suka disingkirkan ke tepi wadahnya.

"Biar sehat, de." Dengan tiba-tiba, Arka sudah berada di samping Cia lalu mencubiti pipinya.

"Ish. Mbak Sari mah kalo di suruh-suruh Kakak nurut banget, dibayar berapa sih emang?" Tanya Cia sambil menggerutu,  membuat Mbak Sari yang merapikan dapur dan Arka di sampingnya terkekeh.

Cia yang sudah sadar dengan keberadaan Arka di sampingnya, menatap Arka datar dan melepaskan tangan Arka yang masih memainkan pipi tembamnya.

"Ehm. Kakak ngehamilin anak orang?" Tanya Cia yang seketika membuat hati Arka tidak tenang.

Arka menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung harus menjelaskan apa kepada adiknya.

"I-iya." Jawab Arka gugup, walaupun ia tidak yakin dirinyalah yang menghamili Sheila.

Cia yang mendengar jawaban Arka dengan cepat pergi ke kamarnya meninggalkan makanan yang tadi belum dihabiskannya.
-------
Sampai di kamarnya, Cia mengunci pintu lalu menubrukkan badannya di kasur. Entah kenapa mendengar kakaknya akan menikah apalagi sang wanita sudah hamil membuat hatinya sesak, ia tidak tau perasaan apa yang ada pada dirinya, yang ia tau ia masih belum sanggup kakaknya itu membagi perhatian dengan perempuan lain, ia hanya ingin kakaknya selalu dengannya dan berada di sampingnya, tanpa ada satu orang pun yang dapat membuatnya kehilangan sosok kakak yang amat disayangnya.

Cia mengambil ponsel di nakas lalu menelfon sang sahabat, Hera.

"Halo?"

"Hiks. Ra gue nginep rumah lo ya?"

"Lo kenapa ih? Kok nangis?"

"Pokoknya habis ini jemput gue ke rumah ya. Nanti gue kasih drakor banyak deh."

"Ya udah gue otw ini."

Cia memasukkan seragam dan beberapa peralatan ke tas ranselnya lalu dengan mata yang sembab ia keluar dari kamarnya, tidak menghiraukan kakaknya yang dari tadi sudah berada di depan pintu kamarnya.

Arka mencekal tangan Cia yang sudah keluar kamar.

"Dek, kamu mau kemana? Dengerin penjelasan kakak dulu dek!" Seru Arka yang sama sekali tidak digubris Cia. Cia tetap melanjutkan langkahnya.

Arka mengacak rambutnya frustasi dan dengan cepat mengekori langkah Cia yang panjang.

Di depan rumahnya, Cia sudah mendapati mobil Hera yang sedang dibukakan pintu gerbang oleh Pak Wadi.

Dengan cepat Cia masuk mobil Hera tanpa mempedulikan teriakan Arka dibelakangnya.

"Ci, kasian noh kakak lo. Gapapa nih lo nginep?" Tanya Hera, ia meraaa kasihan pada Arka yang terlihat kacau karena Cia tidak mendengarkan penjelasannya.

"Bawel deh lo, Ra. Buruan , elah."

Di perjalanan menuju rumah Hera, Cia yang biasanya jika sudah bersama Hera tidak pernah berhenti berbicara, namun kali ini ia hanya diam dan tatatapannya lurus ke depan.

"Lo kenapa sih, Ci? Nggak biasanya tau ga lo kaya gini?"
Tanya Hera, memandang wajah Cia yang terlihat sendu.

"Lo fokus nyetir dulu aja deh. Takutnya lo shock terus kita berdua tabrakan terus mati, ogah gue." Kata Cia asal, mood nya mulai naik setelah keluar dari rumah.

"Lo kalo ngomong suka ngasal ya. Amit-amit deh, gue aja belum dilamar Cameron Dallas udah mati, naudzubillah."  Sahut Hera, membayangkan betapa bahagianya nanti kalau ia menikah dengan Cameron Dallas. Ah Hera memang memiliki impian yang tidak mungkin tercapai kecuali hanya dalam mimpinya.

Cia yang melihat Hera senyum-senyum sendiri menoyor kepala Hera agak keras. "Dasar tukang ngayal!."

"Ish. Mending ya gue tukang ngayal, daripada lo. BROTHER COMPLEX!" Timpal Hera dengan menekankan kata-kata terakhirnya.

Cia tidak menimpali kata-kata Hera, ia lebih memilih keluar dari mobil karena memang mereka sudah sampai di rumah Hera.

Brother Conflict (sudah terbit ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang