48. Nemu Duit

1.7K 341 78
                                    

Serial SHALIH SQUAD Jr. - 48. Nemu Duit

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2017, 6 Juli

-::-

"Assalaamu'alaykum!"

Suara lantang Zaid yang berusia empat tahun setengah, terdengar.

"Wa'alaykumussalaam warahmatullaah..."

Nurul yang menyahut, karena memang dia sendirian di rumah. Shiddiq agaknya belum usai dengan ibadah Magribnya dan membiarkan Zaid pulang sendirian.

Tapi itu biasa, sebab jarak Masjid dengan kontrakan mungil mereka memang tak jauh. Bisa dikatakan dekat sekali.

"Ibu, aku punya duit!" kata Zaid begitu dekat dengan ibunya.

Nurul agak terkejut memang, mendapati Zaid memegang uang pecahan sekitar lima belas ribu dengan sosis bakar di tangannya.

"Siapa ya kasih, Nak?"

"Aku punya sendili..."

Nurul tertawa. "Iya, siapa yang kasih?"

"Ngga ada."

"Ayah ya?"

"Ngga!"

"Hm, Pakde Karso?" tebak Nurul lagi, menyebut nama sepupunya yang jualan cilok. Mungkin tadi bertemu Zaid.

Zaid menggeleng keras.

"Ini duit Zzzaaaid!" tegas bocah itu.

Nurul menghela napas perlahan. Menenangkan diri. Mengusir pemikirannya bahwa Zaid mengambil uang di kotak Masjid.

"Duit Zaid, tapi dari mana, sayang?"

"Nemu."

Zaid menjawab santai.

"Nemu? Di mana?"

"Di Masjid."

"MasyaaAllah... Beneran?"

"Assalaamu'alaykum..."

Kali ini, suara Shiddiq yang terdengar. Membuat dua ibu-anak itu menoleh. Nurul menjawab salam sang suami dan lekas mencium tangan lelaki yang bertanggung jawab atasnya tersebut.

"Waaah, makan sosis bakar. Asik nih," kata Shiddiq.

Sosis bakar harga lima ribu itu barang mahal bagi mereka. Jarang-jarang banget belinya. Nurul biasanya bikin tempe tepung atau olahan sagu jadi somay biar bisa makan rame-rame sebagai camilan.

"Zaid nemu duit di masjid, Mas," jelas Nurul. Membuat Shiddiq langsung menoleh.

"Hah? Kok iso?"

"Yo iso," balas Nurul. "Mungkin ada duit nganggur di lantai, dia pungut. Dia jajanin sosis."

"Astaghfirullaah..."

Shiddiq mengambil sosis bakar dari tangan anaknya, lalu dia keluarkan dengan paksa apa yang ada di mulut Zaid. Sampai Zaid menangis.

"Mas, Mas..." Nurul mengingatkan.

"Itu uang nemu, ngga jelas dari mana. Dikembalikan ke kotak amal aja, Rul. Syubhat. Kalau uang haram gimana? Ngga bisa jadi Penghafal Quran nanti dia!" tukas Shiddiq dengan panik.

"J-jangan gitu juga, Mas..." Nurul ikutan panik. "Nanti uang beli sosisnya kuganti aja. Biar dia makan. Abis itu suruh kembalikan uangnya ke kotak amal Masjid."

Menurut, Shiddiq menghentikan kegiatannya membersihkan mulut Zaid.

Sementara putranya masih menangis kencang. Nurul bergegas mendekapnya.

"Sayang, udah... Ini boleh makan lagi ya... Tapi uangnya dikembalikan ke masjid. Ngerti ya, Zaid?"

Tangisan Zaid berhenti ketika sosis tadi diulurkan kembali ke hadapannya.

"Sini, uangnya Ibu yang pegang ya?" kata Nurul.

"Ngga!" ketus Zaid. "Ini uang aku."

Nurul menarik napas keras. Shiddiq menggeleng.

"Ambil aja, Rul."

"Pelan-pelan, Mas," kata Nurul pada suaminya. Dia beralih lagi pada Zaid. "Sayang, uang yang di tangan kamu itu bukan uang kamu. Punya orang. Syubhat asalnya. Ngga boleh dipake. Ya?"

"Olang aku nemu..."

"Iya..."

"Ini duit aku..."

"Ini duit orang, bukan duit kamu," jelas Nurul, mengusap wajah putranya. "Nanti, kalau sudah besar, Zaid sudah kerja, punya penghasilan kemudian rajin sedekah ke fakir miskin... Nah, itu duit Zaid. Duit dari Allah untuk Zaid. Yang ini bukan. Kembalikan, ya?"

"Ngga mau..."

"Zaid tahu kan hukumnya mencuri? Dipotong tangannya. Memakan yang bukan haknya juga dilaknat Allah," jelas Nurul. "Zaid mau disayang Allah apa ndak hayoooo?"

"Disayang Allah, Ibuuuk..." kata Zaid keras, sambil ngunyah sosis.

Shiddiq menahan tawa, berusaha menjaga keadaan tetap terkendali. Zaid bisa berpikir dia ditertawakan dan ngamuk edisi berbeda jika Shiddiq melepas tawanya begitu saja.

"Kembalikan uangnya ya?" kata Nurul masih dengan tenangnya. "Nanti Allah ganti dengan yang lebih banyak. Ya?"

"Tapi sosisnya?"

"Sosisnya ngga usah dikembalikan, Ibu beliin buat Zaid. Ya?" kata Nurul.

"Besok beli sosis lagi ga?"

Hening melanda ruangan.

Nurul melirik Shiddiq yang hanya bisa memberinya senyuman.

"Besok kita bikin tempe goreng bikinan Ibu aja. Gimana? Nanti balapan sama Ayah makannya. Yeeeeey..."

"Asiiikkk!"

Dua tangan Zaid, yang satu memegang sosis dan yang satu memegang uang, terangkat. Wajahnya senang bukan kepalang.

Nurul tertawa, perlahan mengambil uang dari tangan Zaid dengan mudahnya. Membuka dompet dan mengembuskan napas pendek sebab uang belanjanya berkurang 5.000 untuk menggenapkan uang yang sudah dipakai Zaid menjadi 20.000.

Tapi itu bukan masalah, daripada apa yang dikatakan suaminya benar. Anaknya makan makanan yang berasal dari hal yang tidak jelas, Zaid bisa terhambat menjadi Penghafal Quran.

"Ini, Mas. Nanti biar Zaid yang masukin ke kotak amal," kata Nurul dengan semringah penuh kemenangan.

"TabaarakAllah... Hebat kamu, Rul," kata Shiddiq takjub. "Makin cinta aja Mas ke kamu."

[][][]

[✓] [ SHALIH SQUAD Jr ] Our LivesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang