49. Bicara Tentang Perpisahan

2.1K 358 36
                                    

Serial SHALIH SQUAD Jr. - 49. Bicara Tentang Perpisahan

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2017, 6 Juli

-::-

"Aa mau ikut masuk kan?" tanya Fatima pada Hamas yang berdiri di depan pintu kamar Khansa, putri mereka yang kini berusia lima tahun.

Baru jam delapan malam, tapi rumah ini memang memberlakukan jam delapan untuk tidur agar nanti bisa ikut shalat malam. Dan Hamas, yang kesibukannya bisa membuatnya pulang larut, atau tenggelam dengan kertas-kertas di ruang kerjanya di rumah ini, kadang melewatkan kunjungan yang biasa Fatima lakukan pada anak-anak mereka.

Khalid (7), Khansa (5), dan Khadija (2).

Hamas mengangguk. Dia paling senang kunjungan sebelum tidur begini.

Jadi, Hamas mengikuti langkah istrinya.

Biasanya, mereka akan masuk ke kamar anak-anak mereka, memberi mereka pelukan singkat sebelum tidur dan memastikan mereka berdoa sebelum tidur.

Dan Khalid sudah tidur tadi di kamarnya. Jadilah mereka beralih ke kamar Khansa daaan...

Rupanya belum tidur.

"Assalamu'alaykum, Teteh Khansa..." ucap Fatima pada anak ke duanya itu.

Khansa sudah berbaring di ranjang tidurnya, hanya saja matanya masih terbuka dan melihat ke langit-langit kamar. Rautnya semringah melihat Papa dan Mama.

"Wa'alaykumussalaam..." balas Khansa seraya bangun kemudian duduk. Digaruk-garuknya leher bagian belakang.

Fatima mendekati putrinya. Hamas mengecek remote AC dan mendapati angka 20 di sana. Tangannya menekan tombol hingga berganti menjadi 22.

"Anak Mama belum tidur?" tanya Fatima, menyibak poni Khansa.

Yang ditanya nyengir.

"Belum, hehehe..."

Fatima tertawa, lalu memeluk putrinya sampai bergoyang ke kanan dan ke kiri.

"Tidur ya, jangan lupa baca doa," kata Fatima. "Jangan lupa doain Papa sama Mama."

Hamas tidak bersuara. Hanya mendaratkan telapak tangan kanannya di atas kepala Khansa. Tentu dengan senyum cerah di wajahnya.

Melepas pelukan, Fatima mendaratkan kecupan di wajah Khansa.

SOP-nya: Satu kecupan di kening, dua kecupan di pipi kiri, tiga kecupan di pipi kanan, dan bonus satu kecupan lagi di hidung dan dagu.

Lantas kemudian Fatima membisikkan satu kalimat untuk anak yang terlahir dari rahimnya ini.

"Mama cinta Khansa karena Allah."

Singkat, jelas, padat.

Terbukti lima tahun ini  mampu menyejukkan hati Khansa dan niscaya akan membuatnya tidur nyenyak.

Tapi malam ini tidak.

Terutama ketika telinga Hamas dan Fatima mendengar balasan dari Khansa.

"Khansa juga," kata Khansa dalam usahanya menahan tangis. "Cinta Mama karena Allah."

Isak tangis putri mereka terdengar.

Fatima dan Hamas saling pandang.

Ada apa ini?

"Teh Khansa, aya naon?" tanya Fatima, berusaha melihat pandang putrinya.

"Khansa kenapa, sayang?" tanya Hamas yang kini sudah merunduk agar sejajar dengan bocah lima tahun ini.

"Khansa takut," kata Khansa lamat-lamat, "nanti, kalau Mama meninggal, Khansa ngga bisa cium-cium Mama lagi. Hiks. Mama ngga peluk Khansa lagi..."

Hamas memandangi Fatima sedangkan yang dipandangi sibuk menyeka air mata Khansa yang mulai meluncur.

"Kok Khansa bisa pikir begitu?" tanya sang ibu.

"Kan, kalau kiamat, kita semua mati?" ucap Khansa.

Fatima lekas memeluk erat putrinya. Teringat pembahasan tentang kiamat di dalam mobil saat perjalanan mereka menuju Bandung pekan lalu.

Sang ibu memang menceritakan perihal Hari Kiamat yang menyatakan bahwa orang-orang baik akan mati. Yang jahat tinggal untuk merasakan siksa hari akhir. Panas yang membara.

Tapi rupanya si kecil Khansa memikirkan hal tersebut, sampai ke hari ini.

Hamas sendiri tidak mengerti harus berbuat apa menyikapi keadaan sekarang. Dia hanya yakin, Fatima tahu penanganannya.

"Sayang," kata Fatima pada Khansa. "Setiap manusia yang hidup, pasti akan mati. Kullu nafsin dzaaiqotul maut. Allah yang bilang. Ngga ada yang abadi di sini. Semua pasti mati. Papa, Mama, Aa Khalid, Teteh Khansa, Khadija, nenek, kakek... Yang kekal itu akhirat."

Fatima bicara seraya terus mengelus punggung Khansa. Hamas mencium hidung putrinya, sedangkan telinganya menyimak.

"Makanya, Khansa berdoa, biar kita semua dikumpulkan di surga. Di sana ngga ada yang mati. Semuanya bahagia di surga. Khansa doakan Mama ya, semoga Allah ampuni dosa-dosa Mama..." ucap Fatima lembut.

"Kalau Mama meninggal, Khansa bisa doain Mama?" tanya Khansa.

"Bisa dong. Justru Khansa harus doakan Mama. Karena saat seorang muslim meninggal, semua amalannya terputus. Kecuali: doa anak yang shalih, sedekah jariyah, dan ilmu yang bermanfaat. Doain Mama terus ya, Nak..."

Anggukan kepala Khansa terasa di dada Fatima. Pelan kemudian, Khansa menarik tubuhnya, dan mencium pipi kanan Fatima sekitar dua detik, dan menghambur pada Papa-nya.

"Khansa cinta Papa karena Allah..."

[][][]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahualaihi wa sallam bersabda:

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh

(HR. Muslim no. 1631)

[✓] [ SHALIH SQUAD Jr ] Our LivesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang