Serial SHALIH SQUAD Jr. - 132. Ngebatin
Penulis : Uniessy
Dipublikasikan : 2018, 20 Agustus
-::-
Zaid kecil berlari menuju lapangan serba guna tak jauh dari tempat tinggalnya. Bocah berusia lima tahun itu nyengir lebar melihat sekumpulan anak seusianya sudah rapi banget habis mandi sore. Di jam empat sore ini biasanya memang bocah-bocah di sekitar rumah Zaid sudah siap sedia untuk main bersama. Ada yang bawa bola untuk mereka main bola bareng, bahkan anak-anak perempuan ada yang main congklak du pinggir-pinggir lapangan.
Zaid menghampiri teman sejawatnya yang sudah lebih dulu asik mengejar bola. Beberapa Ibu yang membawa anak mereka dengan baby stroller, tampak menyuapi anak-anak mereka sembari bercengkrama. Ibunya Zaid biasanya sibuk membersihkan sayuran untuk masak makan Malam seadanya di rumah.
"Zaid! Sini!" panggil Budi, teman sekolah Zaid di TK. Rupanya meminta Zaid untuk masuk di timnya.
Tapi bocah Lima tahun ya gitu. Main bola juga asik ngegocek, semenit juga lupa siapa di Tim siapa.
Baru sepuluh menit bermain, suara klakson Mobil terdengar keras. Bukan klakson pertanda permainan harus berhenti sejenak, bukan. Tapi permainan harus berhenti total sebab itu adalah...
Mobil odong-odong!
Mobil ini biasa mengangkut sekitar 12-15 anak-anak. Hanya 8 jika masing-masing dari Ibu mereka ikut. Biasanya yang ibunya ikut itu yang usia 3-4 Tahunan. Usia 5 Tahunan sudah bisa naik odong-odong sendiri. Dan biasanya memang ada ibu-ibu yang ikut untuk memantau. Kalau ngga ada ibu-ibu yang ikut, terus bocah-bocah dibawa kabur, berabe!
"Odong-odong!" pekik Iwan, teman Zaid yang lain.
Bocah-bocah yang ke lapangan bersama Ibu mereka, mulai heboh minta naik odong-odong.
Di sekitar sini, odong-odong ini hiburan tersendiri. Karena murah, cuma bayar Rp. 5.000, bisa keliling-keliling bareng teman-teman.
Budi dan Iwan langsung menghentikan permainan mereka, lalu naik ke atas Mobil. Sementara Zaid terdiam.
Di kantongnya ada uang Rp. 2.000,- yang diberikan sang Ibu padanya tadi. Ibu bilang, buat jajan sosis dikecapin, hadiah karena Zaid baca Al Mulk sebelum tidur siang.
Mau naik odong-odong, tentu uangnya kurang banyak.
Jadi, Zaid cuma diam di lapangan, memerhatikan teman-temannya mulai naik mobil.
Untuk urusan naik mobil, Zaid sering naik Mobil mewah. Milik Bilal, atau Jafar. Orangtua dari dua temannya ini sering mengajaknya jalan-jalan, entah ke kolam renang, atau ke pantai. Paling sering ya keluarga Jafar, karena Bapaknya Zaid kan guru ngaji orangtuanya Jafar.
Tapi sebagai bocah kecil, ada rasa ingin melihat Budi dan Iwan naik mobil odong-odong tersebut.
Dulu pernah, Zaid beberapa kali pulang sambil berteriak;
"IBUUU, AKU MAU NAIK ODONG-ODONG..."
"Zaid udah besar, ngapain naik odong-odong?"
Ibunya berpikir, odong-odong yang dimaksud Zaid adalah mainan odong-odong yang muter di tempat, di kayuh oleh mamang odong-odongnya.
"Bukan odong-odong yang itu, Ibuuu! Odong-odong mobiiil, yang kayak kurungan anjiiing!"
Ibu Nurul biasanya terbahak mendengar hal tersebut dan berkata tidak usah; "Zaid kan udah naik mobil bagus sama Jafar pekan kemarin?" atau "Besok kan mau ke ragunan naik mobil bagus sama Jafar?"
Jadi Zaid diam, karena ibunya tidak akan mengubah kalimat itu dengan kata IYA begitu saja.
Dan sore ini juga begitu. Kemungkinan besar akan percuma jika dia berlari pulang dan meminta ibunya memberi uang. Sebab baru saja kemarin, Zaid diajak ke mal main ice skating bareng Jafar.
Tapi kemudian dia ingat pesan Bapak dan Ibunya.
Zaid selalu punya Allah. Kalau Zaid mau minta, minta ke Allah.
Masih dalam diam, Zaid merogoh saku celananya. Mendapati selembar uang dua ribu di sana.
Batinnya bicara; "Ya Allah, mau odong-odong kurungan anjing ya Allah..."
Tapi toh uang dua ribunya tidak serta merta berubah jadi lima ribu.
Zaid rasanya ingin menangis. Dia baru hendak berbalik, menghampiri tukang sosis yang jual sosis dikecapin seharga dua ribu, demi menyenangkan hatinya sendiri. Sampai kemudian...
"ZAID!" panggil seseorang tak jauh satunya. Zaid mengenalinya sebagai Ibu Wati. Ibu dari Iwan, temannya tadi.
"Iya..." jawab Zaid.
"Sini naik, barengan sama Iwan sama Budi tuh..." kata Ibu Wati. "Buruan atuh, mamangnya mau jalan!"
Zaid ragu. Sebab uangnya cuma dua ribu.
"CEPETAN, JAID! DIBAYALIN MAMAH AKU!" teriakan Iwan menyapa telinga Zaid. Membuat semringah di wajah Zaid tercetak jelas.
"BURUAN, ZAID MAH LAMA!" sambung Budi, menepok-nepok pingggiran mobil.
Tanpa dipanggil ulang, Zaid melesat, menghampiri odong-odong, melewati beberapa Ibu yang bercengkrama bersama Ibu lainnya dengan bayi-bayi dalam stroller masing-masing.
Angin sore berembus, meniup wajah Zaid yang senang bukan main.
Hari ini uang dua ribunya aman, dan dia naik odong-odong yang kayak kurungan anjing.
[]
*Bahagia ini bocah receh amat yak XD
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] [ SHALIH SQUAD Jr ] Our Lives
SpiritualSeason One Apa aja sih yang terjadi di masa-masa SMP dan SMU yang menyenangkan?