63. Jemputan Sayang

1.9K 287 86
                                    

Serial SHALIH SQUAD Jr. – 63. Jemputan Sayang

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2017, 9 Desember

-::-

Hari sudah jam sembilan malam ketika Uwais berada di depan pintu besar rumah Khalid, sepupunya dari pihak sang ayah.

Pintu terbuka tak seberapa lama usai Uwais menekan bel yang ada di sana. Sosok Papa-nya Khalid terlihat.

"Assalamu'alaykum, Ammi," kata Uwais yang serta merta merunduk, mengambil tangan kanan Hamas untuk dicium-hormat.

"Kok malem datengnya?" tanya Hamas seraya menggeser kakinya. "Masuk, masuk. Maira kayaknya udah tidur sama Khansa."

"Iya, tadi abis Isyaan ada bahasan dulu di Masjid," sahut Uwais.

"Oh, Uwais yang dateng..." Suara Ummu Khalid terdengar. Uwais kembali melebarkan senyumannya.

"Iya, Ammah..."

"Bentar ya, Ammah panggil Maira dulu."

Anggukan Uwais menyatakan kesediaannya menunggu. Bersama Abu Khalid, Uwais duduk di sofa.

"Ayah Ibu gimana kabarnya, Uwais?" tanya Hamas seraya menepuk punggung keponakannya tersebut.

"Alhamdulillaah sehat. Ammi sendiri gimana kabarnya? Afwan aku jarang main ke sini, hehe... Sekolah lagi lumayan..."

"Alhamdulillaah sehat juga. Ammi banyak dengar tentang kamu dari Khalid. Kalian masih barengan kan kalau ngapa-ngapain? Khalid juga rada sibuk sama kegiatan sekolahnya."

"Hehe. Iya. Khalid lebih sering barengan sama Ali belakangan ini," kata Uwais lagi. "Ammi tumben lagi di rumah jam segini?"

Maklum, ini kan hari kerja.

Hamas nyengir. "Iya nih. Lagi males ngurusin kerjaan. Belakangan malah di rumah seharian. Alhamdulillaah kantor bisa ditinggal-tinggal. Ketemu ayah kamu juga jarang di kantor. Tapi sehat kan?"

Uwais mengangguk. "Alhamdulillaah sehat, Ammi..."

Perhatian keduanya teralih pada kehadiran Khansa, Humaira, dan Fatima di ruangan tersebut. Humaira mengucek matanya yang terpejam. Kantuk masih merajai, tapi dia sudah dijemput. Harus pulang.

Siang tadi, sepulang sekolah, Humaira memang langsung menuju rumah Khansa atas seizin orang rumahnya. Dan Uwais janji untuk menjemputnya sore hari. Tapi baru datang jam sembilan.

"Maira lagi tidur, mestinya nginap aja, besok Subuh pulang, Uwais," kata Fatima, melepas tangannya dari pundak Humaira untuk kemudian duduk di samping Hamas bersama Khansa.

Terhuyung menghampiri kakak lelakinya, Humaira duduk di sisi kanan Uwais dalam detik berikutnya.

"Aa kok baru dateng?" tanya Humaira, yang lebih terdengar seperti merajuk. Seolah protes Uwais datang di saat dia mengantuk.

"Afwan atuh, Mai, tadi ada urusan di masjid," Uwais mengambil tas sekolah adiknya. "Aa bawa motor. Kamu jangan tidur di motor ya?"

"Mai tidur di sini aja kalau gitu, A," kata Khansa, memberi saran.

"Disuruh Ibu pulang. Malah dari sore suruh jemput Maira," balas Uwais. "Nanti aja weekend insyaaAllah Maira nginep di sini. Ya, Maira?"

Humaira hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Ya udah," Hamas bersuara. "Ammi bukannya ngusir. Kalau mau pulang, sekarang aja. Nanti kemaleman di jalan."

"Iya, nanti kemaleman di jalan," Fatima menyetujui.

Uwais mengangguk, lantas berdiri dengan tas sekolah Humaira di tangannya. Humaira beringsut menghampiri Khansa dan memeluk sepupunya sebelum memeluk Fatima.

"Pulang dulu ya, semuanya..." kata Uwais lagi. Tangan kirinya menenteng tas sekolah sedangkan tangan kanannya menggamit pergelangan tangan adik perempuannya. "Assalaamu'alaykum," ucapnya begitu melewati ambang pintu.

"Wa'alaykumussalaam warahmatullaah," balas tiga orang lainnya.

Uwais melepas tangannya dari tangan Humaira, mengenakan tas sekolah adiknya di bagian depan tubuhnya, lalu menuruni sedikit anak tangga untuk menuju motor matiknya yang terparkir tak jauh dari pintu, dengan Humaira mengekor. Uwais menyerahkan helm pada Humaira sebelum dia sendiri mengenakan helm. Senyumannya yang mirip sekali dengan senyum sang ayah, tercetak begitu bersitatap dengan keluarga dari pihak ayahnya tersebut.

"Hati-hati, Uwais, jangan ngebut," pesan Fatima.

"InsyaaAllah, Ammah," kata Uwais dengan jempol teracung.

Humaira mulai duduk di boncengan belakang setelah memakai helm. Sejak tadi sibuk mengerjakan ini itu dengan mata terpejam.

"Dah, semua," kata Uwais. Jemari kanannya melebar. "Assalaamu'alaykum..."

Motor melaju, menuju gerbang utama. Uwais memberi klakson pada sekuriti yang berjaga di depan. Sedangkan Humaira mulai melingkarkan tangannya di perut kakak lelakinya. Kepalanya yang mengenakan helm, menempel pada pundak Uwais yang cukup tinggi untuk dijadikan sandaran seperti sekarang.

"Mai, Maira..." panggil Uwais, menepuk lutut kiri adiknya. "Ey, jangan tidur atuh. Aa bawa motornya gimana ini?"

"Hmmm..."

"Maira..."

Humaira tidak menyahut, hanya bergerak-gerak protes sebab kakak lelakinya ini mengganggu kegiatan tidurnya.

"Maira nanti jatoh..."

"Aa sih tadi kenapa ngga bawa mobil," gerutu Humaira, sambil mengubah arah sandaran kepalanya.

"Lagi males bawa mobil," jawab Uwais. "Maira..." panggil Uwais lagi, agar adiknya tetap terjaga.

"Hmmm..."

Pada akhirnya Uwais menyerah. Dia memelankan laju motornya, untuk menghindari rem dadakan dan sebagainya. Sebab tangan kirinya kini menelusup di antara perutnya dan tas sekolah Humaira. Menggenggam tangan adiknya untuk memastikan tautan tangan Humaira di sana tetap demikian, menghindari adiknya terkulai dalam tidurnya dan kemungkinan terjatuh dari kendaraan.

Sunggingan senyum tercetak lagi di wajah Uwais, yang memang sangat memahami bahwa Humaira adalah tipikal tak peduli apa pun jika sudah mengantuk.

Ah, Uwais sedikit merasa bersalah perihal mengapa ia tidak membawa mobil untuk menjemput adiknya.

Dekapan Humaira menguat setelah mereka melewati satu polisi tidur.

"Sayang Aa nih," gumam Uwais seraya menepuk-nepuk tangan adiknya.

[]

[✓] [ SHALIH SQUAD Jr ] Our LivesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang