Serial SHALIH SQUAD Jr. - 157. Ingat Allah
Penulis : Uniessy
Dipublikasikan : 2019, 20 Februari
Note : Kalau ada typo, mohon diinfo ^^
-::-
Sekitar jelang pukul sepuluh malam, Hanifa dan Hamzah tiba di rumah mereka. Hanifa langsung ke kamarnya, menolak permintaan sang ibu agar Hanifa makan dulu. Jafar, yang lagi ngemil ubi cilembu bakar, akhirnya meninggalkan makanannya demi menghampiri Hamzah. Jafar memang sudah mendengar kabar terbaru tentang Zaid yang sudah siuman. Dia bahkan menerima foto Zaid yang berusaha tersenyum selebar mungkin dengan raut menahan sakit. Tapi itu semua rasanya belum cukup kalau belum mendengar langsung dari laporan kakak lelakinya atau bahkan Hanifa sendiri.
Ibu Hanun sudah menjelaskan secara ringkas kronologi kejadian yang menimpa Zaid dan Hanifa. Jafar menerima penjelasan Umma-nya bahwa Hanifa diganggu dan Zaid mencoba membelanya hingga kemudian Zaid yang jadi bulan-bulanan si pelaku kejahatan. Mereka berdua ditolong oleh Bapak Rayyan yang kebetulan melintas di sana.
Tentang siapa yang mengganggu, masih jadi misteri.
"Gimana, hyung," kata Jafar sembari tertatih dengan tongkatnya. "Zaid gimana? Hanifa udah makan?"
Hamzah melepas jaket dan menyampirkannya di sandaran sofa, sebelum menghenyakkan tubuhnya di sana. Helaan napas kasarnya terdengar, dan Jafar menunggu dengan sabar.
Gelengan kepala Hamzah terlihat. "Zaid ya gitu, baik-baik aja. Hanifa tuh yang masih belum mau cerita apa-apa. Kata dokter, dia kemungkinan trauma berat. Pusing gue, Jaf!"
Jafar tidak berkomentar apa-apa. Sebagai anak nomor dua, Jafar justru lebih berpikir tenang dibandingkan Hamzah yang meledak-ledak. Mungkin karena Jafar lebih sering ketiban tanggung jawab dadakan semisal Hamzah menolak diberikan beban tersebut.
Jafar juga paham bagaimana watak Hanifa. Adiknya itu paling senang bercerita apa saja padanya, tentang sekolah, tentang kegiatan dan hobinya. Hanifa bukan gadis tertutup dengan orang rumah. Dan kalau Hamzah bilang begitu, pasti Hanifa memang sedang terserang ketakutan yang berlebihan.
Pasti kejadian siang tadi lumayan parah sampe bikin Hanifa ketakutan begitu, pikir Jafar yang juga bingung, masalahnya dua orang ini tidak bisa memberikan keterangan tentang siapa yang menyerang Zaid.
"Ummaaa.." panggil Jafar yang kini telah meraih tongkatnya kembali.
"Kenapa, Mas?" tanya Ibu Hanun yang baru dari dapur.
"Anterin Jafar ke atas, ke kamar Hanifa dong."
"Hanifa biar istirahat dulu," kata Ibu Hanun. "Mas Hamzah makan dulu ya? Umma udah panasin sayur asemnya tuh. Abis itu istirahat. Besok kan harus ngampus lagi."
"Ummaaa," rengek Jafar lagi. "Anterin..."
"Hm," Ibu Hanun menghela napas, "ya udah, tapi ngga tanya-tanya tentang kejadian tadi siang ya?"
Jafar mengangguk antusias. Dia berdiri dan menopang tubuhnya dengan tongkat di sebelah kiri, sementara ibunya memeganginya di sisi kanan, menuju tangga yang akan mengantar mereka ke kamar Hanifa.
Kamar itu seperti biasanya, tidak dikunci. Kendati lampu telah dimatikan, tapi Jafar masih bisa melihat Hanifa duduk di tengah tempat tidurnya dengan sebagian tubuh tertutup selimut. Bajunya sudah berganti dengan baju tidur. Kedatangan ibu dan kakak lelakinya bahkan tidak digubris sama sekali.
Lampu kamar menyala setelah Ibu Hanun menekan tombol lampu di dekat lemari. Jafar berjalan pelan menuju sisi kiri tempat tidur Hanifa, lantas duduk di tepiannya. Tongkatnya ia letakkan bersandar di dekat sana.
"Umma tinggal ya?" ucap Ibu Hanun. "Nanti kalau Mas mau turun, telepon aja. Oke?"
Jafar hanya mengangguk dengan raut cerah. Suasana hatinya jelas berpengaruh kepada orang di sisi kanannya yang masih terdiam dalam keheningan.
"Nif," panggil Jafar pelan.
Tidak ada respons kecuali kedua kaki Hanifa menekuk dan gadis itu memilih menenggelamkan kepalanya di atas lututnya.
"Hei," panggil Jafar lagi. Dielusnya rambut Hanifa pelan. "Ulijima..."
* (Ulijima: Jangan menangis dalam bahasa Korea)
Nyatanya, Hanifa memang tidak sedang menangis. Hal tersebut adalah caranya untuk memberitahukan Jafar bahwa dia sedang ingin sendiri.
"Udah, Zaid kan udah baik-baik aja," kata Jafar. "Don't blame yourself."
Tetap tidak ada respons.
Jadi, Jafar menarik tangan kiri adik perempuannya, menautkan jari jemari mereka, lalu mengelus pelan punggung tangan sang adik, sebelum kemudian mengucap taawudz dan basmalah.
"Ar rahmaan," ucap Jafar pelan. "'Allamal Quraan. Khalaqal insaan..."
Dalam sekejap, keheningan berubah syahdu dengan lantunan merdu surat Ar Rahmaan dari Muhammad Jafar Muzakki Bin Ahmad Al Kahfi. Lantas, ketika tiba pada ayat ke tujuh belas...
"Rabbul masyriqayni wa rabbul maghribayn. Fabiayyi aalaaaa irobbikumaa tukadzdzibaan..."
Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Dan Hanifa hafal di luar kepala atas Surat ini beserta maknanya.
Pelan, Hanifa bergerak, mengangkat kepala sebelum melepas tautan jemarinya dengan jemari Mas Jafar-nya. Tangan kiri Hanifa menelusup ke belakang pinggang Jafar, sementara tangan kanannya melingkari pinggang depannya. Kepala Hanifa mendarat di bahu kanan Jafar, sebagian rambutnya tergerai menutupi wajah Hanifa yang masih mendung.
Tangan kanan Jafar terangkat, merangkul adiknya dengan penuh sayang.
"Marajal bahrayni yaltaqiyaan. Baynahuma barzakhun laa yabghiyaan. Fabiayyi aalaaaa irobbikumaa tukadzdzibaan..."
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Jafar menepuk-nepuk lembut lengan Hanifa.
Usia mereka hanya selisih satu tahun, dan itu menjadikan keduanya seperti teman dekat yang saling tahu. Maka amat sangat wajar jika Jafar paham betul, Hanifa dengan segala kemampuannya mengelola rumah selain Ibu mereka, kini hanya perlu diingatkan.
Bahwa ada Allah yang mengatur ini semua. Bahwa Allah tak pernah berlaku buruk apalagi aniaya.
Sebab hanya dengan mengingat Allah maka hati menjadi tenang, ya kan?
"Fabiayyi aalaaaa irobbikumaa tukadzdzibaan..."
Hanifa mengeratkan pelukannya, lantas berusaha memahami sekuat hatinya.
Bersyukur dia terlindung dari Fitnah yang dilakukan Wangsa siang tadi, bersyukur ada Zaid, bersyukur ada orang yang menolong mereka di saat mereka butuh pertolongan. Bersyukur, Allah senantiasa jaga mereka.
Lo juga janji ya, Han, jangan sendirian pas di luar rumah.
Kalimat Zaid terngiang lagi.
"Fabiayyi aalaaaa irobbikumaa tukadzdzibaan..."
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] [ SHALIH SQUAD Jr ] Our Lives
EspiritualSeason One Apa aja sih yang terjadi di masa-masa SMP dan SMU yang menyenangkan?