185. Kenapa Kok Ada

796 153 31
                                    

Serial SHALIH SQUAD Jr. – 185. Kenapa Kok Ada

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2020, 6 Juni

Note : Kalau ada typo, mohon diinfo ^^

-::-

Khalid menegakkan punggung ketika dilihatnya Papa Hamas sudah tiba di ruang tengah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Khalid menegakkan punggung ketika dilihatnya Papa Hamas sudah tiba di ruang tengah. Bocah berusia tujuh tahun itu lekas bangkit dari duduknya dan menyongsong sosok pria berusia di awal tiga puluhan tersebut. Diiringi sepasang mata Mama Fatima yang memang tengah menemani anak-anaknya bermain di jam empat sore sebelum nanti mereka berbuka puasa bersama.

"Papah! Papah!" Khalid mendongak, berusaha mendapatkan perhatian Papa Hamas.

Menyejajari tinggi mereka, Papa Hamas lekas berjongkok dan menyunggingkan senyum. "Apa siiik? Kangen Papa ya?"

Cengiran Khalid melebar. "Aa ada peer, Pah."

Papa Hamas menggendong si sulung, kembali ke tempat duduknya tadi dan bergabung bersama Khansa yang sibuk mewarnai dan Khadija yang asik main boneka.

"Peer apa?" tanya Papa Hamas setelah duduk bersila di dekat Khansa. "Aa puasanya masih ngga nih?"

"Masih dooong," kata Khalid dengan ceria.

Acungan jempol Papa Hamas terlihat sebagai respons jawaban si kecil. "Bagooos. Ucapkan?"

"Alhamdulillaah," kata Khalid dan Khansa bersamaan. Khansa, yang berusia lima tahun, mengangkat tangannya yang memegang krayon dengan bersemangat.

"Jadi nih kita main ke panti lagi ya, Pah?" tanya Mama Fatima, mengingatkan janji Papa Hamas jika Khalid rajin puasa seharian penuh, mereka akan main ke panti asuhan lagi.

"Iya dong," jawab Papa Hamas. "Nah, ada peer apa, ganteng?"

Mendengarnya, Khalid teringat tujuan awalnya menyambut kedatangan Papa-nya di ruang tengah. Bocah itu bergegas mengambil buku tugas Ramadan yang diberikan oleh gurunya dua hari yang lalu untuk diisi kegiatan Ramadan sebulan penuh. Karena aktifitas sekolah masih berjalan, maka tugas diberikan di sekolah pagi tadi.

"Ini, Pah," Khalid membuka buku tugasnya. "Kata Bu Guru, tanya Papa: Kenapa kok ada orang cacat? Kenapa ya, Pah?"

Papa Hamas tertegun mendengar pertanyaan yang dilontarkan putranya barusan. Sepasang bola mata Papa Hamas memandang bola mata Khalid yang dengan lugu menunggu jawaban sang Papa. Masalahnya...

Papa Hamas bingung mau jawab apa!

Jadi, dengan wajah merasa bersalah, Papa Hamas melihat ke arah Mama Fatima yang rupanya juga ikut terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan putra mereka.

"Ibu Guru tanya Aa gitu?" tanya Mama Fatima.

Khalid lekas mengangguk. "Iya, katanya tanya Papah, Mah..."

"Hmmm..." Papa Hamas mulai panik.

Kenapa ya kok ada orang cacat? Ini pasti urusannya sama tauhid nih, pikir Papa Hamas.

"Jawabannya apa, Pah?" tanya Khalid karena Papa belum juga bersuara dengan jelas.

Papa Hamas melihat ke Mama Fatima, dengan bibir yang bergerak tanpa suara, bertanya juga: Kenapa dong?

"Pah..." panggil Khalid.

"Oh, itu, hm..." Papa Hamas mulai kegerahan. "Karena... hm... sebenernya itu tuh..."

"Sebenernya, ngga ada orang cacat di dunia ini, A," kata Mama Fatima. Wajahnya menatap putranya dengan tatapan teduh. "Cacat itu cuma dipake sama manusia ke manusia lain yang kondisinya berbeda dengan diri dia. Padahal, semua yang Allah ciptain itu sempurna. Allah ngga pernah salah ciptain sesuatu, semuanya bermanfaat dan ada tujuannya."

"Tapi, Mah, kan ada yang ngga punya kaki, ngga bisa lihat..." kata Khalid lagi. Dia sendiri memahami makna orang cacat adalah orang yang tidak sempurna tubuhnya. "Itu orang cacat kan?"

"Iya, menurut sebagian orang. Tapi di hadapan Allah? Mereka sempurna penciptaannya. Allah lebih tahu apa tujuan menciptakan sesuatu. Mereka disebut cacat cuma sama manusia aja. Di hadapan Allah? Mereka mulia karena keimanan mereka ke Allah. Aa sering lihat kan, ada orang yang ngga bisa lihat, tapi hafal Quran dengan luar biasa? Mama aja belum hafal Quran semuanya, padahal bisa lihat dengan jelas. Allah kasih keberkahan ke setiap orang yang beriman ke Allah. Jadi, kekurangan itu bukan masalah. Makanya ngga disebut cacat di hadapan Allah."

Berat ya bahasannya...

"Orang-orang yang ngga bisa lihat itu, kalau mereka beriman ke Allah dengan baik, Allah jaga pandangannya dari hal buruk. Nanti di akhirat, ketika semua orang udah bisa melihat dengan sempurna, bisa jadi yang dilihat pertama kali oleh orang itu adalah Allah Azza wa Jalla. Makanya, Aa kan doa-doa terus ya biar pandangannya selalu Allah jaga dari keburukan? Biar bisa ketemu Allah dengan bangga?"

Khalid langsung mengangguk. Papa Hamas juga, sebab sebelumnya, seumur hidupnya Papa Hamas tidak pernah merasa perlu untuk memahami hal yang barusan. Ternyata penting juga.

"Nah, kalau Bu Guru tanya, kenapa ada orang cacat, Aa jawabnya: Ngga ada orang cacat, Bu. Adanya orang yang ngga bisa melihat sementara di dunia, atau orang yang ngga bisa jalan sementara di dunia. Kalau mereka beriman ke Allah, nanti Allah bahagiakan mereka selama-lamanya di surga. Allah kan Maha Baik. Gitu ya?"

Khalid mengalihkan tatapannya ke atas dengan kedua alis mengernyit. "Hmmm, gitu ya, Mah?"

Mama Fatima mengangguk, lantas menoleh ke Papa Hamas. "Jadi, jawabannya apa, Pah?"

Papa Hamas langsung panik lagi. "Hah? Itu, apa tadi? Oh! Ngga ada orang cacat, iya, bener. Adanya orang yang cuma sementara ngga bisa lihat. Gitu, A," ucapnya. Kalau ngga salah, ya bener begitu lah jawabannya. "Coba tulis."

Menurut, Khalid langsung meletakkan bukunya di atas meja dan mulai menulis beberapa huruf: Kata Papa...

Melihatnya, Papa Hamas nyengir. Ya nyengir bahagia lah dia. Kan yang tadi jawab Mama Fatima, yang dapet nama Papa Hamas. Sungguh membahagiakan.

"Wah, tulisan Aa udah makin bagus ya?" puji Papa Hamas.

Khalid nyengir. "Pensilnya baru diraut, Pah. Jadi bagus!"

Papa Hamas tertawa, mengambil si kecil Khadija ke dalam pangkuannya. "Iya, pokoknya pensilnya raut terooos. Biar hurufnya makin bagus ya?"

"Papah, liyat nih," kata Khansa. "Kincinya mam wotel! (Kelincinya makan wortel)"

Papa Hamas mengalihkan fokus, mendapati gambar wortel diwarnai dengan warna hijau di kertas yang Khansa pegang.

"Wah, iya! Papa juga mau. AM NYAM NYAM!" kata Papa Hamas setelah menyentuh gambar wortel sekejapan.

"Puaca, Paaah," kata Khansa.

Mereka tertawa karena memang Magrib masih satu jam lagi baru tiba. Papa Hamas berteriak seolah dia lupa bahwa sedang berpuasa dan malah makan wortel. Khalid tertawa sembari menulis jawaban yang diucapkan Mama Fatima.

Dan hari ini, bukan cuma Khalid yang belajar. Papanya juga.

[]

[✓] [ SHALIH SQUAD Jr ] Our LivesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang