136. Kingdom inside the House

1.3K 258 32
                                    

Serial SHALIH SQUAD Jr. – 136. Kingdom inside the House

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2018, 12 September

-::-

Pintu supermarket yang terbuat dari kaca itu membuka melebar setiap kali ada orang-orang berjalan mendekati pintu tersebut untuk masuk atau pun keluar. Uwais yang berusia lim tahun berlari menghindari kejaran Humaira, adik perempuannya yang berusia tiga tahun. Di belakang mereka, sang ayah mengawasi sembari mendorong troli. Sementara sang ibu berjalan di dekat sang ayah, membaca lembar promosi dari supermarket tempat mereka belanja.

"Wah, ini ternyata promo, Yah," kata Ibu Mutia pada suaminya.

"Butuh ngga? Mau balik lagi?" tanya Ayah Saad.

Ibu Mutia lekas menggeleng. "Ngga. Bulan depan aja juga ngga apa-apa."

Gelak tawa Uwais dan Humaira terdengar di dekat mereka. Ayah Saad mengangguk mendengar jawaban istrinya, lantas mereka keluar melewati pintu kaca.

Ayah Saad baru hendak meninggalkan anak dan istrinya untuk mengambil mobil yang terparkir, ketika Humaira berteriak memanggilnya sambil loncat-loncat dekat troli.

"AYAH! IKUT!" kata Humaira.

Maka, mau tak mau Ayah Saad kembali dan mengambil Humaira dalam gendongannya.

"Uwais tunggu sini aja ya sama Ibu?" pinta Ibu Mutia yang kemudian ditanggapi Uwais dengan anggukan.

Pintu kaca terbuka lagi, menyusul kemudian seorang ibu yang tengah menarik tangan putranya yang kira-kira seusia Uwais, dan tengah menangis. Ibu Mutia terpaksa merangkul putranya agar sedikit bergeser untuk memberi jalan pada ibu tersebut.

"Kan Mami udah bilang? Kamu jangan suka pegang-pegang barang! Anak bego!" omel ibu tadi. Anaknya yang menangis, makin menjerit. Mungkin ketakutan.

Ibu Mutia mengeratkan rangkulannya pada Uwais.

Membawa anak-anak ke ruang terbuka, memang harus siap dengan konsekuensi bahwa anak akan melihat hal-hal yang semestinya tidak mereka lihat.

"Mami! Mamiii..." jerit putranya ibu tadi. Langkahnya terhenti, melawan tarikan tangan ibunya. "Aku mau main game lagi!"

Dan selanjutnya adalah apa yang dilihat Uwais dengan kedua bola matanya yang membeliak. Ibu tersebut melepas pegangannya pada tangan anaknya, dan dengan dorongan penuh kebencian, membuat anak tersebut tersungkur. Tak jauh dari tempat Uwais dan Ibunya berdiri.

Sebuah taksi berhenti tepat di dekat sang ibu begitu gerakan tangan ibu tersebut dilihat oleh sopir taksi terdekat. Ibu Mutia baru saja berniat untuk mendekati ibu tersebut untuk memintanya tidak melakukan kekerasan apa pun di ruang publik.

"Masuk!" perintah ibu tadi pada putranya.

Dan si anak agaknya mengambil kesempatan untuk berkuasa. Bukannya masuk taksi, malah mundur.

TAK!

"Innalillaahi..." ucap Ibu Mutia, menutup wajah putranya dengan seketika.

Mendengar kalimat Ibu Mutia, ibu tadi mendelik. "Mind your own business!" ucapnya tajam.

Ibu Mutia rasanya hendak membalas; 'Anda yang harusnya memerhatikan kelakuan dan kalimat Anda!', tapi dia memilih menarik napas panjang dan berzikir tanpa suara.

Hingga ibu tersebut berlalu dengan taksi yang ia tumpangi.

Uwais mendongak, hanya untuk mendapati raut pucat ibunya.

"Ibu, ngga apa-apa?" tanya Uwais.

Ibu Mutia merunduk, lalu mengangguk. Pelan, kakinya menekuk, Ibu Mutia berjongkok agar wajahnya sejajar dengan Uwais kecilnya.

"Yang tadi itu bukan sesuatu yang bagus. Really not good. Something we don't like..." kata Ibu Mutia dengan kedua bola mata menatap teduh putranya.

Uwais mengangguk, "I know, Ibu."

"Uwais tahu kan, ibu dan ayah ngga akan pernah pukul-pukul Uwais?"

Dan Uwais mengangguk lagi.

"Uwais tahu kan, ibu dan ayah sayang sama Uwais dan Humaira karena Allah?"

Dan Uwais kembali mengangguk. "Tapi kenapa tadi dia dipukul? Apa ibunya ngga sayang sama dia ya, Bu?"

Uwais sungguh tidak mengerti, kenapa anak tadi dipukul dan didorong oleh ibunya? Padahal seumur hidupnya, Uwais tidak pernah dipukul sekali pun. Meski ia menumpahkan seteko air, atau memecahkan gelas, atau main kotor-kotoran.

Ibu Mutia mengukir senyum manisnya untuk sang putra. "Sayang, tapi caranya salah. Dan dalam Islam, berlaku lembut itu masuk kebaikan yang utama. Uwais mau kan disayang Allah?"

Dan anggukan Uwais terlihat lagi.

DIN DIN!

Ibu Mutia dan Uwais menoleh. mendapati mobil yang dikendarai Ayah Saad berhenti di dekat mereka.

"Aa, pain?" tanya Humaira yang duduk di kursi depan.

"Sayang ayah mana nih? Bisa ngga masukin belanjaan?" tanya Ayah Saad yang baru saja membuka pintu belakang mobil. "Ibu sama Aa masuk aja, nanti Ayah yang masukin belanjaan."

Ibu Mutia mengacungkan jempol, mengiyakan perintah suaminya. Dia membuka pintu tengah dan meminta Uwais agar segera masuk.

Uwais duduk di belakang tempat duduk ayahnya, dan Humaira menoleh ke belakang dengan lucunya.

Ibu Mutia memandangi dua anaknya dengan perasaan penuh rasa syukur. Komitmen mengasuh anak yang pernah dia bahas dengan suaminya, alhamdulillaah bisa berlangsung hingga sekarang.

Ibu Mutia ingat betul, dahulu ayah dari anak-anaknya berkata, bahwa Pangeran dan Putri hanya hidup di lingkungan kerajaan, anak dari Raja dan Ratu. Sementara anak-anak monster hanya akan hidup bersama dengan monster.

Maka jika ingin anak-anak berlaku baik layaknya Pangeran dan Putri, maka orangtua mereka harus bisa memiliki kebaikan seperti Raja dan Ratu yang bijaksana. Hingga mereka semua berada dalam Kingdom inside the House; Kerajaan di dalam Rumah.

"You're not a monster, and the children are not little monsters, too. They deserve to have two amazing person to be called as Ayah dan Ibu." Itu kata Ayah Saad suatu kali. "Being parents ngga pernah ada dalam kurikulum sekolah mana pun. Makanya kita harus usaha. Harus punya Al Hilm, Neng..."

Dan Ibu Mutia selalu berusaha sekuat tenaga untuk punya ilmu Al Hilm seperti yang dikatakan oleh Raja di hatinya tersebut.

[]

*bodo elah ku engga baca, kulagi pake masker!



[✓] [ SHALIH SQUAD Jr ] Our LivesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang