13. Mimpi yang Mengubah

4K 459 105
                                    


Serial SHALIH SQUAD Jr. – 13. Mimpi yang Mengubah

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2017, 24 Januari

-::-

"Aku ngga mau pakai jilbab!" pekik Nafisa ketika mereka sedang makan malam bersama. Pembahasan tentang mengenakan jilbab menguak lagi.

Nafisa memang belum mengenakan jilbab seperti yang dikenakan Uthi, anak ke dua dari pasangan Bima dan Queen. Padahal waktu kecil, Nora senantiasa memakaikan pakaian lengkap hingga tutup kepala ke anak gadisnya itu. Lepas dari MI, Nafisa masuk sekolah umum, dan dia memutuskan untuk mengenakan pakaian sekolah biasa. Sementara Uthi lanjut mengenakan jilbab seperti juga Humaira dan Khansa.

Yang menyebalkan bagi Nafisa adalah, setiap kali Uthi habis berkunjung ke rumahnya, pasti Ummu Nafisa akan bertanya;

Kamu suka ngga jilbab yang dipakai Uthi? Ummi beliin ya?

Nafisa tuh sebel banget. Dia baru kelas dua SMP kali, masa mesti berjilbab kayak Uthi, Mai, dan Khansa? Kalau mereka bertiga mau berjilbab, ya biarin aja sana. Hafiza aja ga berjilbab kok.

"Aku ngga mau pakai jilbab, Ummi... Anaknya Ummi kan aku, bukan Uthi. Kenapa mesti bahas jilbab sih tiap Uthi habis dari sini?!"

Iya, siang tadi Uthi dan ibunya, Ammah Queen, bertandang ke rumah Nafisa, bareng Zubair alias Ubay juga. Main-main aja, silaturahim. Secara rumah mereka cuma beda berapa komplek.

Ben melirik istrinya, mengerjap pelan, memberi tahu agar Nora menyudahi debat kecil di meja makan. Bilal sih cuek-cuek aja, masalahnya dia udah rada bosan kasih tahu Nafisa tentang pentingnya menutup aurat dengan baik dan benar. Sudah bosan juga bilang Nafisa cantik kalau pakai jilbab kayak waktu MI dulu.

Jilbab itu kan dari hati, pikir Bilal.

Sebab Bilal juga dulu merasakan sendiri, beratnya perjuangan menjauh dari tempat tidur, sekitar jam empat pagi, demi shalat Subuh bersama Abi-nya di masjid komplek rumah mereka. Tapi kemudian dia malu sendiri setiap kali melihat Umar selalu ada di shaf depan bersama Ammi Bima sedangkan Bilal harus puas di shaf ke dua. Abi selalu bilang, sebaik-baik shaf adalah di baris depan.

Tapi kalimat Umar yang membuat Bilal giat bangun Subuh dan bergegas ke masjid.

Waktu itu mereka masih SMP kelas 1.

Masih unyu, agak bengal-bengal pada level permulaan.

"Lo ngga ngantuk apa, Mar?" tanya Bilal suatu hari, di sekolah. Mereka satu sekolah, tapi beda kelas. Umar sekelas bareng Uwais, sedangkan Bilal, Ali, Zaid, dan Khalid beda-beda kelas. Jafar ada setingkat di atas mereka.

"Ngantuk ya ngantuk lah, Bil," kata Umar. Masjid yang mereka tuju kan sama, tapi Bilal lebih dekat karena berada di komplek perumahannya, sedangkan agak lebih jauh jika dihitung jarak ke rumah Umar.

Masa Umar sampe duluan, Bilal belakangan?

"Tapi semangat ya, Mar?" tanya Uwais, melahap batagornya. "Kan satu langkah ke masjid itu ngehapus dosa, langkah lainnya ninggiin derajat? Bokap gue sih bilang gitu."

"Rumah lo emang sebelahan sama masjid," Bilal mencibir.

"Rumah gue jauh," kata Khalid sembari ngemil tahu isi. "Tapi karena udah biasa kali jadi selow ae."

"Pahala Subuh berjamaah itu sama dengan pahala shalat semalam suntuk!" kata Umar, "Bokap gue bilang gitu. Katanya kayak jidat nih," Umar memegang jidatnya sendiri, "sujud ngga bangun-bangun gitu, men! Keren ngga tuh pahalanya?!"

[✓] [ SHALIH SQUAD Jr ] Our LivesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang